Batasan waktu shalat maghrib menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i

Rosita, Rosita (2025) Batasan waktu shalat maghrib menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Preview	Text (COVER) COVER.pdf Download (177kB) | Preview
Preview	Text (ABSTRAK) ABSTRAK.pdf Download (251kB) | Preview
Preview	Text (KETERANGAN BEBAS PLAGIARISM) KETERANGAN BEBAS PLAGIARISM.pdf Download (404kB) | Preview
Preview	Text (DAFTAR ISI) DAFTAR ISI.pdf Download (166kB) | Preview
Preview	Text (BAB I) BAB 1.pdf Download (456kB) | Preview
	Text (BAB II) BAB 2.pdf Restricted to Registered users only Download (565kB)
	Text (BAB III) BAB 3.pdf Restricted to Registered users only Download (246kB)
	Text (BAB IV) BAB 4.pdf Restricted to Registered users only Download (660kB)
	Text (BAB V) BAB 5.pdf Restricted to Registered users only Download (242kB)
	Text (DAFTAR PUSTAKA) DAFTAR PUSTAKA.pdf Restricted to Registered users only Download (233kB)

Abstract

Shalat Maghrib merupakan ibadah mahdhah yang pelaksanaannya terikat secara ketat pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Namun, dalam khazanah fiqh klasik, terjadi ikhtilaf mengenai batas akhir waktu pelaksanaan Maghrib, terutama antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i. Perbedaan ini berakar dari tafsir syafaq yang ditetapkan sebagai tanda berakhirnya Maghrib, serta metode istinbaṭ masing-masing imam. Di tengah era digital yang telah menyediakan penjadwalan salat berbasis astronomi, kajian terhadap batas waktu Maghrib tetap relevan untuk menjaga kesesuaian antara dalil-dalil klasik dan sistem penentuan waktu modern. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui dalil dan metode istinbaṭ hukum yang digunakan Imam Abu Hanifah; 2) Mengetahui dalil dan metode istinbaṭ hukum Imam Syafi’i baik dalam qaul qadīm maupun qaul jadid; dan 3) menganalisis perbandingan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i mengenai batasan waktu shalat maghrib. Teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teori ikhtilaf, yaitu teori perbedaan pendapat dalam fiqh Islam. Ikhtilaf menjadi pisau analisis utama untuk menjelaskan faktor-faktor epistemologis yang menyebabkan perbedaan ijtihad, seperti pemahaman terhadap lafadz musytarak, tafsir ayat, kualitas sanad hadis, dan validitas riwayat sahabat. Teori ini digunakan karena berfungsi menjelaskan bagaimana dalil yang sama dapat ditafsirkan berbeda oleh masing-masing imam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analitis dan komparatif. Data diperoleh melalui studi pustaka terhadap kitab-kitab klasik seperti al-Mabsuṭ, Bada’i al-Shana’i, al-Umm, dan al-Majmu‘, kemudian data sekunder yaitu buku-buku, jurnal, dan sumber bacaan yang mendukung topik yang dibahas. Dari data tersebut dikumpulkan dengan teknik analisis data. Kemudian data yang terkumpul dikomparasikan dan ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Imam Abu Hanifah menetapkan batas waktu Maghrib sampai hilangnya syafaq al-abyadh (cahaya putih), dengan berlandaskan penafsiran terhadap Q.S. al-Isra’:78 dan hadist dari Abu Hurairah, serta dikuatkan atsar sahabat seperti Abu Bakar dan Aisyah; 2) Imam Syafi’i dalam qaul qadim menetapkan batas waktu hingga hilangnya syafaq al-ahmar (cahaya merah), berdasarkan hadis Ibnu Umar dalam Sunan Daruquthni, sementara dalam qaul jadid, beliau membatasi waktu Maghrib hanya sebatas pelaksanaan salat setelah terbenam matahari, berdasarkan hadis Jibril yang diriwayatkan Ibnu Abbas; dan 3) Perbedaan ini mencerminkan beragam pendekatan tarjḥ dan metode mujmal mubayyan, di mana masing-masing imam memilih hadis sebagai bayan terhadap ayat dan lafadz yang relevan secara syar‘i.

Actions (login required)

View Item