Nugraha, Rifki Gustian (2025) Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai positif legislator terhadap putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 ditinjau berdasarkan perspektif teori keadilan. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text
1_cover.pdf Download (475kB) | Preview |
|
|
Text
2_abstrak.pdf Download (441kB) | Preview |
|
|
Text
Rifki Gustian Nugraha_1203050149_Lembar pernyataan orisinalitas .pdf Download (272kB) | Preview |
|
|
Text
4_daftarisi.pdf Download (624kB) | Preview |
|
|
Text
5_bab1.pdf Download (758kB) | Preview |
|
![]() |
Text
6_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (765kB) | Request a copy |
|
![]() |
Text
7_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (673kB) | Request a copy |
|
![]() |
Text
8_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (444kB) | Request a copy |
|
![]() |
Text
9_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (564kB) | Request a copy |
Abstract
Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara eksplisit telah diatur dalam konstitusi. Namun, dalam praktiknya, muncul perdebatan mengenai pergeseran peran Mahkamah Konstitusi dari negatif legislator menjadi positif legislator, terutama ketika Mahkamah tidak hanya membatalkan norma, tetapi juga menambahkan norma baru dalam putusannya. Hal ini terlihat dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah, yang menimbulkan kontroversi akibat penolakan implisit dari DPR untuk mematuhi putusan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Mahkamah Konstitusi dapat dimaknai sebagai positif legislator, menganalisis Putusan 60/PUU-XXII/2024 berdasarkan teori keadilan, serta membandingkan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi lainnya yang juga bersifat positif legislator dengan negatif legislator. Penelitian ini menggunakan Teori Keadilan dari Plato sebagai landasan analisis. Teori ini digunakan untuk menilai apakah putusan Mahkamah Konstitusi, khususnya Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, telah mencerminkan keadilan substantif atau keadilan yang sesungguhnya bagi masyarakat dan sistem demokrasi, bukan sekadar keadilan prosedural. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kasus (case approach), yaitu menganalisis perkara-perkara terkait tema yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang berdaya hukum tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat dimaknai sebagai positif legislator ketika dalam putusannya tidak hanya membatalkan norma, tetapi juga menambahkan norma baru yang bersifat mengatur dalam pasal yang diujikan. Putusan 60/PUU-XXII/2024 jika ditinjau dari teori keadilan Plato mencerminkan keadilan substantif, namun jika mengacu pada asas non-retroaktif, seharusnya berlaku pada tahun 2029. Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai negatif legislator lebih baik dibandingkan sebagai positif legislator, sebab Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai positif legislator seringkali mencampuri ranah legislatif.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kewenangan; Mahkamah Konstitusi; Positif Legislator |
Subjects: | Constitutional and Administrative Law > Constitutional Law of Indonesia |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Rifki Gustian Nugraha |
Date Deposited: | 13 Oct 2025 08:13 |
Last Modified: | 14 Oct 2025 04:05 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/123316 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |