Bariah, Oyoh (2016) Perkembangan hukum islam dan relasinya dengan gender: studi kasus cerai gugat di Pengadilan Agama Karawang Jawa Barat tahun 2012-2015. Doktoral thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (337kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (595kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (451kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (1MB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (946kB) |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
||
Text (BAB V)
8_bab5.pdf Restricted to Registered users only Download (237kB) |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
9_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (542kB) |
Abstract
INONESIA Prinsip perkawinan dalam Islam adalah menguatkan ikatan perkawinan untuk selama-lamanya (mitsaqan ghalidzan). Namun demikian, Islam memperbolehkan perceraian, baik dengan jalan talak, fasakh, khulu’ ataupun atas putusan Pengadilan. Cerai gugat dibenarkan dalam sistem hukum Islam baik itu fiqh maupun Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Sementara proses dan faktor pendorong penyebab cerai gugat perlu penelitian, terutama di Karawang yang eskalasi dan tingkat cerai gugatnya tinggi dan merupakan daerah penyangga ibukota, terjadinya cerai gugat dapat diduga dipengaruhi oleh paham gender sehingga perlu diteliti, apa relasi dan implikasinya bagi perkembangan dan perubahan hukum Islam ke depan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) Proses dan faktor penyebab cerai gugat, (2) kondisi kehidupan perempuan pelaku cerai gugat pasca perceraian, (3) karakteristik relasi gender pelaku cerai gugat dan hubungannya dengan penyebab cerai gugat; serta (4) implikasi meningkatnya cerai gugat terhadap perkembangan hukum Islam dan hubungannya dengan gender. Adapun metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif empiris. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi dokumentasi, observasi dan angket. Wawancara dilakukan terhadap 25 informan yang memiliki latarbelakang pendidikan dan pekerjaan yang beragam. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Proses cerai gugat di Pengadilan Agama Karawang ketentuannya sesuai dengan Peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun proses peradilan perceraian masih bersifat formal mekanistik. Cerai gugat di Pengadilan Agama Karawang, pada umumnya disebabkan karena tidak ada tanggung jawab dari suami dalam memenuhi nafkah ekonomi keluarga juga tidak ada tanggung jawab dalam pengayoman dan perlindungan keluarga. (2) Kondisi perempuan pasca perceraian pada umumnya masih menjanda dan menanggung seluruh biaya hidup anak dan dirinya sendiri, tidak ada satupun mantan suami yang bertanggungjawab atas nafkah anak pasca perceraian. (3) Karakteristik relasi gender keluarga perempuan pelaku cerai gugat bersifat traditional patriarkhi yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dan pencari nafkah sementara perempuan sebagai ibu rumahtangga. Namun suami yang pada umumnya tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pencari nafkah menjadi faktor pemicu yang sangat signifikan terjadinya perceraian. (4) Meningkatnya cerai gugat berimplikasi utamanya pada kehidupan istri dan anak pasca perceraiain baik itu implikasi positif, istri memperoleh status hukum yang jelas dan terbebas dari permasalahan keluarga dan kekerasan, maupun implikasi negatif yaitu anak dan istri terlantar. Peraturan perundang-undangan hukum perkawinan Islam di Indonesia telah meningkatkan status perempuan dan menempatkannya pada posisi yang setara dan seimbang dengan laki-laki, namun demikian dalam beberapa pasalnya-pasalnya masih terdapat pengaruh budaya patriarkhi yang dapat menimbulkan ketidakadilan gender. Berdasarkan temuan penelitian ini perlu direkomendasikan untuk mengamandemen Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 31 serta pasal 79 KHI tentang pematokan peran laki-laki dan perempuan agar peran antara suami dan istri dalam keluarga fleksibel bahwa suami atau istri dapat berperan sebagai pencari nafkah dan pengurus rumahtangga berdasarkan kemampuannya, bukan berdasar pada jenis kelaminnya. ENGLISH The principle of marriage in Islam is to strengthen the bond of marriage forever (mitsaqan ghalidzan), however, when the bond marriage is harmful and untenable, Islam opens possibilities of divorce, either by way of talak, fasakh or khulu’. Contested divorce is justified under Islamic law system of either fiqh or Compilation Islamic law in Indonesia. The process and the causes of contested divorce need to be researched. That Karawang has high escalation and high divorce rate and also Karawang is a secondary area of the capital city can be influenced by the understanding of gender so it needs to be investigated, what it’s relations, and their implications for development and change of Islamic law in the future. This study aims to analyze : (1) the process and causes of divorce in Karawang Islamic Court; (2) post-divorce living conditions of the actors of contested divorce; (3) the characteristics of gender understanding of the actors of contested divorce and its relationships with cause of divorce, (4) the implications of the increasing number of divorce toward development of Islamic law and its relationship with gender. This study used empirical normative juridical approach. The data collection techniques are through interviews, documentary studies and observations. Interviews were conducted with 25 informants who had diverse educational backgrounds and work. The results showed that: (1) The implementations of the process of contested divorce in Karawang Islamic Court is in accordance with the laws and regulations in Indonesia, but the judicial process of divorce is still a formal mechanistic, the contested divorce in general caused by irresponsibility of husband to fulfill family economic needs also irresponsibility of husband to protect the family. (2) The condition of post-divorce women in general is still widowed and take responsibility at all costs of the child's life and herself, none of the ex-husband who is responsible for children's living at post-divorce (3) Characteristics of family Gender relationships of the actor of contested divorce is a traditional patriarchy that put men as a leader and bread winner while women as housewives, the division of roles and functions of the husband as breadwinner and the wife as a manager in a family household that did not realized to be a very significant factor of divorce. (4) increasing number of divorce has implications especially for wife and child life after divorce, it was positive implications, the wife had a clear legal status and free from family problems and violence and the negative implications that wife and child neglected. The rules of Islamic marriage law in Indonesia had improving the status of women and put women on an equal position and balanced with men. However, in several articles, still perceived mainstream patriarchal can caused gender inequalities that recommended to be revised. Based on the findings of this research, it is recommended to amend Act No. 1 1974, Article 31 about mariage and KHI article 79 about the roles of men and women in family life. It will be better if the role of husband and wife in the family are flexible, so that a husband or wife can act as breadwinners and housekeepers based on ability, not on sex.
Item Type: | Thesis (Doktoral) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hukum islam, Gender, Cerai Gugat |
Subjects: | Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > Hukum Keluarga dan Hukum Perkawinan, Pernikahan menurut Islam |
Divisions: | Pascasarjana Program Doktor > Program Studi Pendidikan Islam |
Depositing User: | Users 11 not found. |
Date Deposited: | 19 Dec 2018 03:41 |
Last Modified: | 19 Dec 2018 03:41 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/17568 |
Actions (login required)
View Item |