Burhanuddin, Asep (2015) Implikasi hukum hak dan kewenangan DPRD terhadap pemberhentian kepala daerah menurut undang-undang nomor 2 tahun 2015 tentang pemerintahan daerah. Masters thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_Cover.pdf Download (193kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_ABSTRAK.pdf Download (492kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_Daftar Isi.pdf Download (389kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_BAB I.pdf Download (583kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (718kB) |
||
Text (BAB III)
6_BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (463kB) |
||
Text (BAB IV)
7_BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
||
Text (BAB V)
8_BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (203kB) |
||
|
Text (DAFTAR PUSTAKA)
9_Daftar Pustaka.pdf Download (442kB) | Preview |
Abstract
INDONESIA : Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah secara tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dengan demikian, DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, Sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan daerah. Penelitian ini bertujuuan untuk mengetahui kedudukan kepala daerah menurut undang-undang nonor 2 tahun 2015, mengetahui pengaturan dan mekanisme pemberhentian kepala daerah, mengetahui implikasi hukum hak dan kewenangan DPRD terhadap pemberhentian kepala daerah hubungannya dengan undang-undang nomor 2 tahun 2015 tentang pemerintahan daerah. Penelitian ini didasari pemikiran tentang pemberhentian kepala daerah yang sebelum masa jabatannya selesai. Dalam undang-undang nomor 2 tahun 2015 pasal 78 ayat (1) dinyatakan bahwa kepala daerah/wakil kepala daerah berhenti karena; meninggal dunia, permintaan sendiri, diberhentikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Kedudukan Kepala Daerah menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 ditentukan dengan adanya lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang sederajat serta saling mengontrol satu sama lain. Hubungan antara kepala Daerah dan DPRD ditata sedemikian rupa sehingga benar-benar sederajat dan tidak didominasi oleh salah satu lembaga. Masing-masing lembaga tersebut menjalankan peran sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya dalam sistem pemerintahan negara Indonesia, (2) Pengaturan dan Mekanisme pemberhentian kepala daerah sudah diatur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2015 pasal 101 ayat (1) huruf e dan pasal 154 ayat (1) huruf e, dimana peran dan wewenang DPRD yang diberikan oleh undang-undang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah sebagaimana diatur juga dalam pasal 79 ayat (1) undang-undang nomor 2 tahun 2015. Kemudian pada pasal 43 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 diatur hak DPRD yaitu: Interpelasi, Hak angket, Menyatakan pendapat, (3) Implikasi hukum hak dan kewenangan DPRD terhadap pemberhentian kepala daerah hubungannya dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 terhadap pemberhentian kepala daerah adalah terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah. Hal ini sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2015, dimana jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden. ENGLISH : Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 r.e provincial government stated that there are any different implementation between provincial and Indonesia state government such as legislative institution, executive and yudicative institution. Meanwhile, the implementation of provincial government carried out by head of territory and territorial parliament. The position of both provincial parliament and head of territory as the executor substance of the provincial government mandated by citizen. So that the position of provincial government and parlemen put in the equally partnership which has different function. Parliament’s function to form the territority official regulation, budgeting and controlling. Meanwhile the head of territory implement the regulation and the policies. The research aim is to know the position of head territory based on undang-undang No 2 tahun 2015, to know the systematization and mechanism of head of territory discharge, to know the law impact and parliament’s authority towards head of territory discharge correlation to undang-undang No 2 tahun 2015. The research based on the thought that discharge of head territory is being in charge (during on duty). According to the constitution No 2. 2015, that the discharge caused by death, resign, and impeachment. The result of the research proved (1) the position of head of territory is determined equally by the existence of legislative, and executive institution which give each other control. The relationship between parliament and head of territory designed equally, no one is more dominant. (2) systematization and mechanism of head territory discharge has been determined in undang-undang nomor 2 tahun 2015 pasal 101 ayat (1) huruf e dan pasal 154 ayat (1) huruf e. Which the role and the authority of parliament given by the constitution is authorized to propose the discharge of territory head as explicitly stated in pasal 79 ayat (1) undang-undang nomor 2 tahun 2015 and then in pasal 43 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 explicitly found the rightful authority of territory/provincial parliament (DPRD) such as interpelasi, hak angket, premise. (3) The impact of law of parliament’s rightful authority on head of territory discharge and the relationship with Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 towards the discharge is vacuity of head territory occupation. It proved that is appropriated with pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2015, that the occupation on head territory is taken over by the vice head territory till the end of the period, and the implementation held based on the parliament plenary decision that legalized by president.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Impeachment ; Kepala Daerah ; DPRD |
Subjects: | Political dan Government Science > Local Government Constitutional and Administrative Law |
Divisions: | Pascasarjana Program Magister > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Zulfa Sofyani Putri |
Date Deposited: | 11 Feb 2019 07:39 |
Last Modified: | 11 Feb 2019 07:39 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/18699 |
Actions (login required)
View Item |