Masnoneh, Neng Syifa (2007) Moral massage in the trilogi of J.R.R. torkin's the lord of the ring. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
COVER.pdf Download (69kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
ABSTRAK.pdf Download (138kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
DAFTAR ISI.pdf Download (80kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
CHAPTER I.pdf Download (170kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
CHAPTER II.pdf Restricted to Registered users only Download (217kB) |
||
Text (BAB III)
CHAPTER III.pdf Restricted to Registered users only Download (452kB) |
||
Text (BAB IV)
CHAPTER IV.pdf Restricted to Registered users only Download (119kB) |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
DAFTAR PUSTAKA.pdf Restricted to Registered users only Download (123kB) |
Abstract
INDONESIA Lawrence, dalam essaynya yang berjudul Why the Novel Matters (1936), mengatakan bahwa novel adalah buku tentang kehidupan yang nyata, dan novel dapat membuat pembacanya bergetar. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa novel adalah buku yang penting. Bahkan dia menyarankan agar novel menjadi sumber pelajaran bagi pembacanya. Dalam essaynya yang lain dia mengungkapkan keharusan pembaca untuk belajar dari apapun yang dialami oleh karakter suatu novel. Dengan nada yang sama Palmer, dalam Literature and Moral Understanding; A Philosophical Essay on Ethics, Aesthetics, Education, and Literature (1992) menyatakan bahwa belajar dari sebuah fiksi, walaupun fiksi itu bersifat tidak nyata, adalah hal yang mungkin dilakukan oleh pembaca. Fiksi tidak mengatakan dengan serta merta bahwa sesuatu itu benar atau salah, seperti halnya pelajaran moral yang ada dalam buku-buku agama, tetapi fiksi menunjukan, contohnya, konsekuensi kebaikan dan keburukan yang dilakukan oleh karakter dalam cerita fiksi tersebut, sekaligus mengajak pembaca ikut terlibat secara emosional. Menurutnya fiksi dapat memperdalam pengetahuan tentang moral, memperdalam pemahaman tentang prilaku manusia, menunjukan sifat dasar kejahatan, dan menolong pembaca agar mampu membedakan yang asli dan yang palsu. Pendapat Lawrence dan Palmer ini sejalan dengan fungsi sastra yang dikemukakan oleh Horace, yaitu bermanfaat dan nikmat. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, diambil kesimpulan bahwa The Lord of the Rings, sebuah novel fantasi yang dikarang oleh Tolkien, dapat memperdalam pemahaman moral dan sekaligus menghibur pembacanya. Dengan kata lain, ada nilai- nilai moral yang bisa dipelajari dari keseluruhan cerita, dari perbuatan karakter, dan dari perkataan yang mereka ucapkan. Pertanyaannya adalah pesan moral apa saja yang bisa dipelajari, dan karakter mana saja yang menjadi penyampai pesan moral tersebut. Untuk menemukan jawaban bagi kedua pertanyaan tersebut, sebuah analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu dengan cara mendeskripsikan karakter dan segala sesuatu yang berhubungan dengan karakter, kemudian karakter-karakter tersebut dianalisis. Dari hasil analisis, empat puluh tiga pesan moral didapatkan dari perbuatan karakter dan perkataannya, dan satu pesan moral didapatkan dari keseluruhan cerita novel tersebut. Kesemua pesan moral tersebut dibagi kedalam tiga jenis, yaitu pesan moral yang berhubungan dengan individu, pesan moral yang berhubungan dengan sesama, dan pesan moral yang berhubungan dengan alam semesta. Mengenai karakter dalam novel tersebut, karakter yang dilibatkan jumlahnya sangat banyak, yaitu tujuh puluh enam karakter. Akan tetapi tidak semua karakter menjadi penyampai moral. Dari tujuh puluh enam karakter tersebut, sembilan belasnya bukan penyampai moral. Hal ini dikarenakan oleh peran mereka yang kecil dalam novel tersebut. Penyampai moral itu sendiri dibagi kedalam dua bagian, yaitu penyampai moral yang didasarkan atas perbuatannya, dan penyampai moral yang didasarkan atas ucapannya. ENGLISH Lawrence in his Why the Novel Matters (1936) says that novel is the one bright book of life that can make the whole man alive tremble. For that reason, he is of the opinion that novel is important. Moreover, he suggests readers make novel as a source of education. In another essay, he reveals the necessity of learning from anything the characters of a novel go through. Palmer, in the same vein, points out in his Literature and Moral Understanding; A Philosophical Essay on Ethics, Aesthetics, Education, and Literature (1992) the possibility of learning from fiction although it is fictitious. Fiction does not directly educate about morally good and bad like religious book does. However, it shows, for an instance, the consequence of the evil and the good deeds of the characters, and at the same time invites readers to take part emotionally. Fiction, according to him, can provide moral insight, deepen readers’ understanding of human conduct, show them things about the nature of evil, help them to see beneath appearances and thus distinguish the genuine from the phoney. These Lawrence’s and Palmer’s are in line with the functions of literature from Horace, namely utile and dulce, teach and delight. Based on the Lawrence’s, Palmer’s, and the utile and dulce of Horace, it is considered that Tolkien’s fantasy novel The Lord of the Rings has moral values that can be learned. It can deepen readers’ moral understanding, and at the same time entertains them. In other words, there are moral values that can be learnt from the overall story, from the characters’ deeds, and from the characters’ utterances. The questions are what moral messages that can be learnt, and which characters who have become the moral message conveyers. To find the answers for the two questions, an analysis is made using analysis descriptive method. Through this method, at first anything concerning the characters is described, then it is analysed. After being analysed, there are forty-three moral messages grasped from the characters deeds and utterances, and one from the overall story. Those moral messages are classified into three types: moral messages that relate to individual, moral messages that relate to each other, and moral message that relate to nature. Concerning the characters of the novel, they are abundant. There are seventy-six characters employed in the novel. In spite of this, not all characters are moral message conveyers. From the seventy-six characters, nineteen of them are not moral message conveyers. This is mostly by virtue of their small roles. The moral message conveyers themselves are divided into two types. They are moral message conveyers based on their deeds and moral message conveyers based on their utterances.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Moral massage; trilogi of J.R.R. torkin's the lord of the ring; |
Subjects: | Critical Appraisal of More Than Two Literatures English Literatures English Fiction |
Divisions: | Fakultas Adab dan Humaniora > Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris |
Depositing User: | Users 38 not found. |
Date Deposited: | 03 Feb 2016 09:56 |
Last Modified: | 04 Sep 2019 02:56 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/198 |
Actions (login required)
View Item |