Harisudin, Tubagus Al (2010) Tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dan sanksinya perspektif Fiqh Jinayah dan KUHP. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (94kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (7kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (4kB) | Preview |
|
Text (BAB I SD IV)
4_bab1sd4.pdf Restricted to Registered users only Download (267kB) |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
5_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (6kB) |
Abstract
Pada awalnya ketentuan tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diatur dalam pasal 134 KUHP. Berhubung oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidangnya tanggal 6 Desember 2006 melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dalam amarnya menyatakan bahwa norma kejahatan pasal 134, 136 bis dan 137 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka ketentuan tentang tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden ini apabila ditujukan kepada kedudukannya bukan kepada orangnya maka dapat diterapkan ketentuan dalam pasal 207 KUHP. Sedangkan penghinaan dalam Islam diatur dalam Al-Qur’an Surat al-Hujuurat ayat 11 dan 12. Adapaun perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep tindak pidanapenghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dan sanksinya dalam KUHP, bagaimana konsep tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden menurut fiqih jinayah, bagaimana konsep tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dan sanksinya menurut KUHP dan fiqih jinayah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami konsep tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dan sanksinya dalam KUHP, untuk memahami konsep tindak pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dan sanksinya menurut fiqh jinayah dan untuk memahami relevansi antara konsep tindak pidana penghinaan dan sanksinya menurut KUHP dan fiqh jinayah. Menurut Hukum Islam, ada dua jenis Qadzaf yaitu qadzaf yang pelakunya wajib dijatuhi hukuman hudud dan qadzaf yang pelakunya wajib dijatuhi hukuman ta’zir. Qadzaf yang pelakunya wajib dijatuhi hukuman hudud adalah menuduh orang lain baik yang muhsan atau bukan muhsan telah berzina atau menafikan nasabnya. Qadzaf yang pelakunya harus dijatuhi hukuman ta’zir adalah menuduh orang muhsan atau bukan muhsan dengan selain zina dan menafikan nasabnya. Mencaci dan mengumpat hukumnya sama dengan qadzaf yang pelakunya harus dijatuhi hukuman ta’zir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis data (conten analisis) yaitu dengan meneliti data-data tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Menekankan kepada kajian terhadap konsep tindak pidana penghinaan dalam pasal 207 KUHP dan ketentuan-ketentuan Fiqh tentang jarimah. Hasil pengolahan data ini menunjukkan bahwa penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden menurut KUHP dalam pasal 207 dapat diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Penghinaan ini dilakukan dengan cara menista dengan lisan dan tulisan. Sedangkan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden menurut fiqh jinayah merupakan suatu jarimah yang dapat dikenakan hukuman ta’zir. Adapun relevansi antara KUHP dan fiqih jinayah ini adalah keduanya memandang bahwa penghinaan ini merupakan suatu tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman pidana. Hanya saja dalam KUHP sanksinya telah ditentukan, sedangkan dalam fiqih jinayah sanksinya tidak diatur melainkan diserahkan kepada penguasa (Ta’zir).
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Presiden; wakil Presiden; Penghinaan; |
Subjects: | Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > Hukum Pidana Islam, Jinayat |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Hukum Pidana Islam |
Depositing User: | Users 30 not found. |
Date Deposited: | 07 Sep 2016 12:01 |
Last Modified: | 14 Nov 2018 06:19 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/2276 |
Actions (login required)
View Item |