Makna Teologis pada simbolisme Upacara Ngalaksa terhadap keberagaman

Komarudin, Didin (2015) Makna Teologis pada simbolisme Upacara Ngalaksa terhadap keberagaman. 1, 1 (1). LP2M UIN Bandung, UIN Bandung.

[img]
Preview
Text (Full Text)
BUKU DUMMY 2015.pdf

Download (846kB) | Preview

Abstract

Kecamatan Rancakalong merupakan salah satu icon kebudayaan sunda yang terletak di wilayah kabupaten Sumedang dan merupakan pusat kebudayaan Sumedang. Hal ini dikarenakan masyarakat di kecamatan Rancakalong memegang erat warisan budaya dan seni Sunda, khususnya budaya Sunda yang ada di wilayah Sumedang. Ada beberapa tradisi Sunda yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya diantaranya: Mubur Suro, Hajat Golong, Rebo Wekasan, termasuk tradisi Upacara Adat Ngalaksa. Setiap upacara adat terkandung tujuan, fungsi, dan makna. Demikian juga dengan Upacara Adat Ngalaksa yang banyak mengandung makna dan ajaran teologis dalam setiap simbol yang digunakannya. Simbol-simbol yang diciptakan diyakini berguna sebagai alat komunikasi atau untuk penyampaian pesan-pesan dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya yang dapat dikaji melalui pendekatan semiotik. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui makna teologis simbol yang terdapat dalam Upacara Adat Ngalaksa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, bersifat deskriptif. Metode penelitian ini cenderung menganalisis data secara empiris dan meaning (makna) yang merupakan hal esensial dalam penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah tokoh pelaksana Upacara Adat Ngalaksa, ketua rukun Upacara Adat Ngalaksa, sekretaris desa Rancakalong, perwakilan dan tokoh masyarakat desa Rancakalong, kepala RT, kepala RW serta kepala desa. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Teori yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah teori semiotik Ferdinand De Saussure. Hal pokok dalam teori tersebut adalah prinsif yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifer (penanda) dan signifed (petanda). Bagi De Saussure bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu jaringan sistem dan dapat disusun dalam sejumlah struktur. Setiap tanda dalam jaringan itu memiliki dua sisi yang tak terpisahkan seperti dua halaman pada selembar kertas, sehingga bahasa mampu menjadi alat komunikasi bagi manusia. Hasil penulisan menunjukan bahwa pertama, simbol-simbol pada Upacara Adat Ngalaksa syarat akan makna, baik yang ditunjukan secara lisan maupun benda-benda dan jenis makanan yang ada dalam sesajen. Makna tersebut merupakan ajaran-ajaran untuk kehidupan masyarakat yaitu ajaran yang menunjukkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang melahirkan konsep ketuhanan. Tuhan dalam kerangka mereka adalah sebuah Dzat yang Maha Sempurna dan mempunyai kekuasaan yang tak terbatas. Juga dapat memenuhi segala hajatnya. Kedua, Upacara Adat Ngalaksa mengandung ajaran-ajaran teologis yang berfungsi sebagai pengatur perilaku manusia dalam lingkungannya serta hubungan mereka dengan Tuhannya. Ajaran teologis tersebut diantaranya: keberagamaan dalam berkeluarga, bergaul, bernegara dan beribadah.

Item Type: Book
Uncontrolled Keywords: Teologis; Simbolisme; Ngalaksa; Keberagaman
Subjects: Social Theology and Interreligious Relations and Attitudes
Divisions: Fakultas Ushuluddin > Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Depositing User: Didin Komarudin
Date Deposited: 15 Aug 2019 01:24
Last Modified: 15 Aug 2019 01:24
URI: https://etheses.uinsgd.ac.id/id/eprint/22822

Actions (login required)

View Item View Item