Dakhīl dan ashīl naqli pada tafsīr al-durr al-mantsūr fī al-tafsīr al-ma’tsūr

Ruhimat, Ii (2019) Dakhīl dan ashīl naqli pada tafsīr al-durr al-mantsūr fī al-tafsīr al-ma’tsūr. Masters thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

[img]
Preview
Text (COVER)
1_COVER.pdf

Download (342kB) | Preview
[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
2_ABSTRAK Tesis.pdf

Download (614kB) | Preview
[img]
Preview
Text (DAFTAR ISI)
3_DAFTAR ISI.pdf

Download (460kB) | Preview
[img]
Preview
Text (BAB I)
4_BAB I.pdf

Download (1MB) | Preview
[img] Text (BAB II)
5_BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (563kB) | Request a copy
[img] Text (BAB III)
6_BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB) | Request a copy
[img] Text (BAB IV)
7_BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
[img] Text (BAB V)
8_BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (409kB) | Request a copy
[img] Text (DAFTAR PUSTAKA)
9_DAFTAR PUSTAKA.pdf
Restricted to Registered users only

Download (521kB) | Request a copy

Abstract

INDONESIA Latar belakang pemikiran tafsir al-Suyūthi dalam kitab Tafsir al-Durr al-Mantsūr fī al-Tafsīr bi al-Ma’tsūr dengan menjadikan tafsir tersebut sebagai tafsir yang menggunakan sumber periwayatan, ialah karena beberapa faktor: Pertama, karena al-Suyūthi dengan tafsir ma’tsūr-nya mengidentifikasikan diri sebagai seorang Muhaddits, terutama dengan memuat berbagai hadits, ātsār, walau pun di dalam al-Durr al-Mantsūr sanad-sanadnya banyak yang dibuang, tidak seperti kitab asalnya Turjumān al-Qur’ān. Kedua, karena al-Suyūthi melengkapi karya tafsirnya dengan corak ma’tsūr, disamping corak tafsīr bi al-ra’yi-nya, seperti tafsir Jalālain dan Nawāhid al-Abkār wa Syawārid al-Afkār. Ketiga, karena menafsirkan al-Qur’an dengan al-ma’tsūr lebih mendekati kebenaran maksud ayat-ayat al-Qur’an ketimbang tafsīr bi al-ra’yi. Diantara penyebab bersinggungannya al-Qur’an dengan Taurah dan Injil, ialah karena dalam banyak hal terdapat kesamaan antara kitab-kitab suci tersebut. Kemudian lahirlah penafsiran al-Qur’an dengan Isrāiliyyāt yang bersumber dari kedua penganut Taurah dan Injil (Ahlul Kitab), sehingga al-Qur’an berpadu dengan esensi ajaran samawi sebelumnya. Namun, dampak lain dari Isrāiliyyāt ialah lahirnya tafsir yang “abu-abu” antara Dakhīl (kecatatan tafsir) atau Ashīl (tafsir yang benar). Agar diketahui diantara Isrāiliyyāt tersebut yang layak atau tidaknya untuk menjadi tafsir al-Qur’an, maka memerlukan analisa dengan metodologi Dakhīl dan Ashīl. Dalam hal ini penelitian dilakukan terhadap matan 39 matan Isrāiliyyāt pada surat al-Isra. Apabila suatu riwayat Isrāiliyyāt bertentangan dengan Islam, maka diklasifikasikan sebagai Dakhīl, sedangkan apabila sejalan atau tidak bertentangan, maka diklasifikasikan sebagai Ashīl. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ialah textual linguistics (‘ilm al-lughah al-nashi) atau dapat disebut juga penelitian kualitatif. Penelitian yang telah dilakukan pada tiga puluh sembilan Isrāiliyyāt yang terdiri dari ayat pertama sebanyak lima belas Isrāiliyyāt, ayat keempat sebanyak sebelas Isrāiliyyāt, ayat kedua puluh tiga sampai kedua puluh lima sebanyak dua Isrāiliyyāt, ayat keempat puluh empat sebanyak empat Isrāiliyyāt, dan ayat kelima puluh lima sebanyak tujuh Isrāiliyyāt, maka penulis mengklasifikasikan hasil yang didapat adalah Dakhīl sebanyak 16, sedangkan Ashīl sebanyak 23. Penelitian sederhana ini memberikan salah satu kontribusi bahwa dengan menitik beratkan analisa pada matan, cenderung menyimpulkan persoalan secara substantif, sehingga diketahui Isrāiliyyāt yang layak dijadikan sebagai sumber tafsir al-Qur’an. ENGLISH The thinking background of the interpretation of al-Suythi in Tafsir al-Durr al-Mantsur fī al-Tafsīr bi al-Ma'tsur as tafsir with narrasions is due to several factors: Firstly, Al-Suythi in his tafsir Ma'tsur identified himself as a Muhaddits, especially by containing various hadith, ātsār, even the sanads in al-Durr al-Mantsūr are discarded, which are differ from its original book Turjumān al-Qur'ān. Secondly, Al-Suyūthi complements his tafsir with the ma'tsūr style, besides bi al-ra'yi, such as tafsir Jalālain and Nawāhid al-Abkār wa Syawārid al-Afkār. Lastly, interpret the Qur'an with al-ma'tsūr is closer to the truth of the meaning of the verses in the Qur'an than tafsīr bi al-ra'yi. The causes of the intersection of the Qur'an with Taurah and the Gospel, is because there are similarities among those holy books. Then the interpretation of the Qur'an with Isrāiliyyāt was rised from the two followers of Taurah and the Gospel (Ahlul Kitab), so that the Qur'an was combined with the essence of previous divine teaching. However, another effect of Isrāiliyyāt is the birth of a "gray" interpretation between Dakhīl (the commentary of the commentary) or Ashil (correct interpretation). In order to find out whether the Isrāiliyyāt is proper or not to be interpreted by the Qur'an, it requires analysis with the methodology of Dakhil and Ashil. In this case the research was carried out on 39 matan Isrāiliyyāt on surat al-Isra. If an Isrāiliyyāt story is contrary to Islam, it is classified as Dakhīl, whereas it is in line or not contradictory, it is classified as Ashil. The methodology of the study is textual linguistics (ilm al-lughah al-nashi) or qualitative on the other word. The study from analizing thirty-nine Isrāiliyyāt show there are fifteen Isrāiliyyāt on the first verse, eleven Isrāiliyyāt on the forth, two Isrāiliyyāt on the twenty third to twenty five, four Isrāiliyyāt on the fourty fourth, and seven Isrāiliyyāt on the fifty fifth. The results then indicates there are 16 Dakhīl, and 23 Ashīl.This study gives contribution that by analyzing matan, it tends to see the problem substantively, so that we know any Isrāiliyyāt story considered as a source of Qur'anic interpretation. ARABIC وانه لمن المعلوم ان التفسير الدر المنثور للسيوطي تفسير القران الكريم بالمأثور . وذلك لا يخفى علينا انه عالم فى علم الحديث كما وجدنا فيه كثيرا من الاحاديث النبوية واثار الصحابة، بخلاف ما وجدنا فى ترجمان القران من حذف الاسانيد الكثيرة فى الدر المنثور. ثانيا انه سيضيف الجوانب الماثورة فى تفسير القران بجانب تفسيريه الجلالين ونواحد الاكبار وشواهد الافكار. ثالثا انه يري ان تفسير القران بالماثور اقرب الى الصواب من التفسير بالمعقول. ولا شك ان الكتب السماوية من القران والانجيل والتوراة لها عناصر متمالثة و متقاربة بعضها بعضا. ومن ذلك صدرت الاسراءلية فى تفسير القران لا سيما من ايدي اهل الكتاب اي النصاري واليهود وبالتالي صدر التفسير المختلط بين الدخيل (الشاءب) والاصيل (الصاءب ( واخذ الباحث ٣٩ حديثا او رواية تعد اسراءيلية فى سورة الاسراء فى الدر المنثور. واستخدم الباحث المنهج الكيفي (kualitatif) لهذا البحث. وكذلك استخدم الباحث المدخل علم اللغة النصي لتحليل الروايات الاسراءيلية. والحاصل ان الروايات الاسراءيلية التي وجدت فى سورة الاسراء ٣٩ حديثا او رواية بحيث تنقسم الى القسمين: الدخيل والاصيل. ويكون الدخيل فى ١٦ رواية، واما الاصيل يكون فى ٢٣ رواية

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Dakhīl; Ashīl Naqli; Tafsīr Al-durr Al-mantsūr fī Al-tafsīr Al-ma’tsūr;
Subjects: Al-Qur'an (Al Qur'an, Alquran, Quran) dan Ilmu yang Berkaitan > Tafsir Al-Qur'an
Al-Qur'an (Al Qur'an, Alquran, Quran) dan Ilmu yang Berkaitan > Kumpulan Ayat-ayat dan Surat-surat Tertentu dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an (Al Qur'an, Alquran, Quran) dan Ilmu yang Berkaitan > Cerita dan Kisah dari Al-Qur'an
Divisions: Pascasarjana Program Magister > Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Depositing User: Ela Sartika
Date Deposited: 03 Dec 2019 02:50
Last Modified: 03 Dec 2019 02:50
URI: https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/27898

Actions (login required)

View Item View Item