Sensitivitas gender hakim pengadilan agama terhadap perkawinan poligami tanpa izin resmi Pengadilan Agama: studi pandangan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat

Nurtsani, Rahmi (2020) Sensitivitas gender hakim pengadilan agama terhadap perkawinan poligami tanpa izin resmi Pengadilan Agama: studi pandangan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat. Masters thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

[img]
Preview
Text (COVER)
1_COVER.pdf

Download (531kB) | Preview
[img]
Preview
Text (ABSTRAK)
2_ABSTRAK.pdf

Download (206kB) | Preview
[img]
Preview
Text (DAFTAR ISI)
3_DAFTAR ISI.pdf

Download (234kB) | Preview
[img]
Preview
Text (BAB I)
4_BAB I.pdf

Download (1MB) | Preview
[img] Text (BAB II)
5_BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
[img] Text (BAB III)
6_BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (486kB) | Request a copy
[img] Text (BAB IV)
7_BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (517kB) | Request a copy
[img] Text (BAB V)
8_BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (215kB) | Request a copy
[img] Text (DAFTAR PUSTAKA)
9_DAFTAR PUSTAKA.pdf
Restricted to Registered users only

Download (440kB) | Request a copy

Abstract

Fenomena perkawinan poligami tanpa izin resmi Pengadilan Agama di masyarakat menimbulkan akibat hukum yang tidak jelas di mata hukum. Contoh nyata dua putusan yang memiliki kesamaan yaitu timbul sebagai bagian dari akibat hukum perkawinan poligami tanpa izin melalui Pengadilan Agama, namun menghasilkan amar putusan yang berbeda. Padahal peraturan dalam KHI Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 4 Undang-Undang No.1 Tahun 1994 suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin Pengadilan Agama. Sensitivitas gender hakim dan kultur masyarakat dapat berimplikasi pada akibat hukum yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman hakim PTA Jawa Barat terkait keabsahan dan akibat hukum dari Perkawinan poligami tanpa izin Pengadilan Agama, menganalisis Sensitivitas Gender hakim PTA Jawa barat mengenai perkara yang timbul sebagai akibat hukum dari perkawinan poligami tanpa izin Pengadilan Agama dan menganalisis penerapan sistem hukum Indonesia terhadap poligami tanpa izin resmi Pengadilan Agama. Kerangka teori penelitian ini bermula dari tiga nilai dasar hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Masing-masing asas tersebut sebagai substansi hukum yang menjadi perspektif dari produk keputusan hukum. Tidak jarang tiga nilai dasar tersebut saling bertentangan, maka Radbruch berpendapat harus menerapkan prioritas keadilan menjadi yang utama, sedangkan Achmad Ali berpendapat prioritas kasuistik. Dari perbedaan tersebut jika dihubungkan dengan fenomena poligami tanpa izin resmi pengadilan agama, dimana peraturan poligami telah ada namun realitanya pertimbangan hakim berbeda-beda dalam memutus perkara yang timbul sebagai akibat dari perkawinan poligami tanpa izin resmi pengadilan, maka penelitian ini menggunakan teori sensitivitas gender sebagai tolak ukur dari nilai dasar hukum yang digunakan hakim apabila memutus perkara yang timbul sebagai akibat hukum dari perkawinan poligami tanpa izin resmi Pengadilan agama. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yakni mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dan putusan Pengadilan serta norma hukum yang ada dalam masyarakat. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu yang bersifat memaparkan suatu permasalahan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum poligami tanpa izin resmi di Pengadilan Agama dari berbagai sudut yakni Hukum Islam, Hukum Positif dan Pandangan Hakim PTA Jawa Barat. Memaparkan hasil wawancara bersama para hakim PTA Jawa Barat sebagai informan, selanjutnya hasil penelitian tersebut dianalisis menggunakan parameter sensitivitas gender hakim, teori sistem hukum dan teori nilai dasar hukum sehingga didapatkan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang diperoleh yaitu pertama, keabsahan dan akibat hukum dari perkawinan poligami tanpa izin resmi memiliki perbedaan dari Hukum Islam, Hukum Positif, dan sudut pandang informan yaitu hakim PTA Jawa Barat. Perkawinan poligami tanpa izin resmi Pengadilan Agama belum memiliki kepastian hukum, sebab peraturan hukumnya telah ada namun dalam pelaksanaanya masih belum efektif karena dianggap tidak sejalan dengan kultur masyarakat. Namun dua nilai dasar hukum lainnya yaitu kemanfaatan dan keadilan hukum dalam hal ini telah tercapai. Kedua, berdasarkan parameter sensitivitas gender hakim dalam memutus perkara yang timbul sebagai akibat hukum dari perkawinan poligami, dari lima informan hakim PTA Jawa Barat diperoleh hasil bahwa empat (4) hakim telah sensitif gender dengan prioritas kepastian hukum dan satu hakim lainnya belum sensitif gender dengan keadilan hukum sebagai prioritas. Ketiga, sistem hukum di Indonesia masih belum saling berkesinambungan. Ketiga unsur dalam sistem hukum yang paling berpengaruh adalah substansi hukum. Sebab, meskipun peraturannya telah ada, namun dalam realitasnya masih ada pilihan opsi lain atau aturan tersebut masih menimbulkan multi-tafsir, maka kepastian hukum untuk masyarakat masih belum tercapai. Artinya, ketiga unsur dalam sistem hukum tersebut harus saling menguatkan bukan saling bertentangan, sehingga ketiganya dapat dijalankan dengan baik di dalam kehidupan masyarakat.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Sensitivitas Gender; Poligami Tanpa Izin Resmi; Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat
Subjects: Islam > Marriage and Family Life
Law > Comparative Law
Private Law > Domestic Relations, Family Law, Marriage
Divisions: Pascasarjana Program Magister > Program Studi Hukum Keluarga
Depositing User: Rahmi Nurtsani
Date Deposited: 18 Dec 2020 04:17
Last Modified: 22 Jun 2022 02:38
URI: https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/35777

Actions (login required)

View Item View Item