Mubarok, Adim Mugni (2016) Tinjauan berat ringanya sanksi penyitaan harta koruptor menurut hukum pidana Islam dalam undang-undang no. 20 tahun 2001 pasal 18 ayat (1) huruf (a) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (125kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (217kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftar isi.pdf Download (243kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (438kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (456kB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (480kB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (169kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (241kB) | Request a copy |
Abstract
Penyitaan dan pengembalian harta hasil korupsi kepada negara merupakan hal yang harus ditegakkan dengan tegas oleh pemerintah, dengan penyitaan dan pengembalian harta hasil korupsi akan bukan berarti akan memiskinkan koruptor, akan tetapi merupakan sanksi tambahan karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sehingga harus dihadapi dengan upaya yang ekstra keras. Dampak dari tindak pidana korupsi ini telah memberikan efek yang berkarat pada pertumbuhan ekonomi, sejumlah kekayaan negara yang sangat besar akan menjadi hilang sepanjang proyek implementasi korupsi masih ada. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui legalitas hukum tentang penyitaan harta koruptor, batasan-batasan sanksi dan relevansi sanksi ta`zir dalam hukum pidana islam dengan Undang-undang No.20 Tahun 2001 pasal 18 ayat (1) huruf (a), tentang Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif berbasis kepustakaan dengan sumber data primer UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 18 ayat (1) Huruf (a). sedangkan data sekunder berasal dari buku maupun sumber tertulis lainya selain sumber primer yang berhubungan dengan permasalahan aspek pidana dalam hukum pidana Islam. Dalam Fiqh Jinayah, para ulama membagi jarimah berdasarkan berat ringanya hukuman kedalam tiga bagian, yaitu Pertama, Jarimah hudud yaitu jarimah yang dilakukan oleh seseorang atau lebih seorang yang diancam dengan hukuman had. Had sendiri adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan menjadi hak Allah. Kedua, Jarimah Qishash dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman Qishash dan diyat. Seperti halnya jarimah hudud, jarimah Qishash dan diyatpun sudah ditentukan jenisnya maupun besarnya hukumannya. Ketiga, Jarimah Ta`zir, pada jarimah ta’zir Al-Quran dan hadis tidak menerapkan secara terperinci, baik dari segi bentuk jarimah maupun hukumannya. Sanksi penyitaan harta koruptor merupakan pidana tambahan, dari pidana pokok, dalam hukum pidana islam disebut dengan ‘Uqubah Taba’iyah (Hukuman tambahan).Sanksi Penyitaan harta koruptor dapat dikategorikan kedalam jenis jarimah Ta`zir. Dasar hukum sanksi bagi pelaku jarimah ta’zir adalah at- ta’zir yaduru ma’a maslahah artinya hukum ta’zir didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan dengan tetap mengacu kepada prinsip keadilan dalam masyarakat. Adapun mengenai berat ringanya sanksi mengenai penyitaan harta koruptor itu tergantung pada dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut, dapat lebih ringan dari hudud dan qisas diyat dan dapat pula lebih berat dari hudud dan qishas atau diyat, penentuan hukumannya diserahkan kepada hakim.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hukum Pidana Islam; Penyitaan; Koruptor; |
Subjects: | Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > Hukum Pidana Islam, Jinayat Criminology > Corruption |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Hukum Pidana Islam |
Depositing User: | Adhim Mugni Mubarok |
Date Deposited: | 19 Aug 2021 07:28 |
Last Modified: | 19 Aug 2021 07:28 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/42025 |
Actions (login required)
View Item |