Rahayu, Sri Sita (2021) Hukum menerima upah membaca al-Qur'an perspektif Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (458kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (515kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3-daftar isi.pdf Download (451kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (667kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (732kB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (716kB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (144kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftar pustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (345kB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK Sri Sita Rahayu, “Hukum Menerima Upah Membaca Al-Qur’an Perspektif Imam Syafi’i Dan Imam Abu Hanifah”, Strata 1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tahun 2021. Mengindahkan bacaan al-Qur’an dalam dunia para qari’ merupakan suatu kebiasaan orang-orang pilihan, ahli ibadah, dan hamba Allah yang shalih. Namun pada masanya, sebagian mereka menjadikan ini sebagai suatu profesi dalam menanam pencaharian. Bahkan hal ini sudah menjalar di tengah masyarakat dengan sebutan qari’ transferan / qari’ bayaran. Sebab hal ini, para Imam Madzhab terutama Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berbeda pendapat tentang penghukumannya. Untuk itu adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Bagaimana pandangan Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah terkait hukum menerima upah membaca al-Qur’an; 2) Apa sumber hukum yang digunakan Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah terkait hukum menerima upah membaca al-Qur’an; dan 3) Bagaimana metode ijtihad yang digunakan Imam Syaf’i dan Imam Abu Hanifah dalam hukum menerima upah membaca al-Qur’an. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode klasifikasi data normatif dengan berfokus pada penelusuran kepustakaan (labrary research). Penulis menekankan pada dua Imam Madzhab yang saling bersebrangan dalam penghukumannya, dengan bertumpu pada dalil aqli dan dalil naqli. Kesimpulan akhir penelitian menyatakan : 1) Imam Syafi’i dan Jumhur Ulama membolehkan qari’ menerima upah atas jasa membaca al-Qur’an. Sebaliknya Imam Abu Hanifah tidak membolehkan / mengharamkan perkara ini. 2) Perspekktif Imam Syafi’i ini berdasarkan perkataan Abu Qilabah, Abu Tsur, dan Ibnu Mundzir, “Bahwa Nabi SAW. membolehkan bacaan al-Qur’an sebagai mahar pernikahan, HR. al-Bukhari, “Bahwa yang berhak diambil upahnya adalah (membaca) Kitab Allah” dan lain-lain. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpandangan atas dasar perkataan Abdu ar-Rahman bin Syibl al-Anshari r.a. bahwa Nabi SAW. melarang mencari makan dengan al-Qur’an dan perkataan Ubay bin Ka’ab bahwa Nabi melarang menerima busur panah atas bacaan al-Qur’an. Dan 3) Dalam perkara ini Imam Syafi’i menggunakan metode qiyas (qiyas musawi) dari kebolehan imbalan atas jasa badal melaksanakan haji. Sebab keduanya memiliki illat hukum yang sama, yaitu sama-sama memiliki unsur kebaikan. Adapun Imam Abu Hanifah menggunakan metode ra’yu dalam berijtihadnya. Beliau berkata dalam kitab al-Mabsuth, bahwa seorang qari’ tidak boleh menerima upah atas membaca al-Qur’an. Sebab ini termasuk perkara bathil, tidak ada pahala baik bagi pemberi ataupun penerima upah, dan keduanya berdosa.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hukum Upah; Membaca Al-Qur’an; Perspektif Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah |
Subjects: | General Management > Wage and Salary Administration |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum |
Depositing User: | Sri Sita Rahayu |
Date Deposited: | 30 Sep 2021 07:25 |
Last Modified: | 30 Sep 2021 07:25 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/44230 |
Actions (login required)
View Item |