Parid, Syahrul (2019) Pelestarian tradisi Mapag hujan di kampung Pasirangin, Desa Cilengkrang, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung 1970-2014. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (174kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (266kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (351kB) | Preview |
|
|
Text (BAB 1)
4_bab1.pdf Download (436kB) | Preview |
|
Text (BAB 2)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (573kB) | Request a copy |
||
Text (BAB 3)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (555kB) | Request a copy |
||
Text (BAB 4)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (276kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (276kB) | Request a copy |
Abstract
Tradisi Mapag Hujan yaitu suatu tradisi masyarakat kampong Pasir Angin untuk memanggil hujan dengan melakukan berbagai langkah ritual. Tradisi Mapaghujan ini juga tidakhanya berada di kampong Pasir Angin, desa Cilengkrang Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung saja, tetapi di daerah lain di Jawabarat juga ada seperti, di Subang, Kuningan dan Purwakarta. Dari seluruhtradisi tersebut memiliki cara dan maknamasing-masing untuk melakukan ritualnya. Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa tujuan penulis. Adapun tujuan itu adalah untuk mengetahui bagaimana awalmula Tradisi Mapag Hujan di Kampung Pasir Angin itu terbentuk dan untuk mengetahui Bagaimana Mitologi dalam Tradis Mapag Hujan. Metode yang digunakan dalam penelitian Pelestarian Tradisi Mapag Hujan, peneliti menggunakan metode penelitian sejarah dengan menggunakan empat tahap, yaitu Heurstik, Kritik, Interpretasi dan historiografi. Mapag Hujan dari zaman kezaman memiliki tatacara tersendiri, namun seiring berkembangnya zaman, tradisi ini mengalami beberapa proses perubahan. Padamulanya tradisi ini terbentuk padamasa kolonial (1870) yang dilakukan oleh kuncen Gunung Manglayang, dan fase kedua padatahun 1900, dimana ada seorang yang kaya raya dan menjabat sebagai lurah yang sering disebut Lurah Hormat dan memiliki istri tujuh orang yang disuruh memandikan Kucing didalambak yang berbeda untuk memenuhi syarat Mapag Hujan. Lalufase yang ketiga adalah Mapag Hujan dengan cara ngamandianduaucing. Cara ini diperkirakan lahir padatahun 1970 M, karena baru-baruini (sebelumtahun 2014), masyarakat masih melakukan tradisi Mapag Hujan dengan cara ngamandian ucing yang dipadukan dengan shalatistisqa . lalu pada fase ketiga hamper samadengan fase keduaakan tetapi, dalam fase ketiga ini bukan hanya kucing yang dimandikan, akantetapi jugamenggunakan barudak (anak-anak) yang disuruh main air. Pelaksanaan ritual mapaghujan, dilaksanakan pada hari Jum’at ketika panas matahari di titik paling panas (setelah shalat Jum’at). Masyarakat kampong Pasir Angin mulai berdatangan kerumah kokolot dengan membawa beberapa wadah nasi tumpeng yang bermakna keselamatan dan membawa alat music terbang untuk memeriahkan ingiringan (heleran) dan tak lupa juga masyarakat membawa duaekor kucing untuk dimandikan. Iring-iringanpun diawali dengan berdo’a yang dipimpin oleh seorang ustad. Suara alat music terbang pun mulai dimainkan dan masyarakat pun mulai berjalan berbondong-bondong menuju kepemandian kucing. Suara gema terbang pun mulai terdengar oleh telinga dan menggetarkan hati masyarakat sekitar seolah mengajak mereka untuk bergabung.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | tradisi; sunda; ritual; mapag hujan; bandung;cilengkrang; adat; seni; |
Subjects: | Analogy Folklore Folklore > Folk Literature, Fairy Tales, Myth, Mythology General Principles of Music and Musical Form > Traditions of Music |
Divisions: | Fakultas Adab dan Humaniora > Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam |
Depositing User: | Syahrul Parid |
Date Deposited: | 23 Oct 2021 04:03 |
Last Modified: | 23 Oct 2021 04:03 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/45172 |
Actions (login required)
View Item |