Rahmi, Rahmi (2022) Kudeta Militer Myanmar. -. (Unpublished)
|
Other
Rahmi_1193030081_UAS LLI.pdf Download (467kB) | Preview |
Abstract
Dewasa ini permasalahan dalam suatu negara tidak luput baik secara internal maupun eksternal. Permasalahan suatu negara bisa merupakan permasalahan yang tidak mempengaruhi kehidupan internasional, akan tetapi dapat pula merupakan masalah yang mengancam ketertiban dan perdamaian internasional. Masalah tersebut timbul di sutau negara karena adanya kepentingan dan tujuan negara, bahkan bisa menjadi tujuan pribadi. Tidak jarang dalam mewujudkan kepentingan serta tujuan negaranya, sering kali terjadi pertentangan atau konflik, dimana konflik ini dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti konflik internal politik, krisis politik, ekonomi, agama maupun sosial budaya. Sering kali dengan adanya konflik dapat berakibat menganggu kemanan dan kertiban dalam negara tersebut. Adapun ancaman konflik seperti kasus intervensi militer ini berdampak pada tindakan kudeta. Kudeta adalah sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal dan sering kali bersifat brutal, inkonstitusional berupa "penggambil-alihan kekuasaan", "penggulingan kekuasaan" sebuah pemerintahan negara dengan menyerang (strategis, taktis, politis) legitimasi pemerintahan kemudian bermaksud untuk menerima penyerahan kekuasaan dari pemerintahan yang digulingkan. Kudeta akan sukses bila terlebih dahulu dapat melakukan konsolidasi dalam membangun adanya legitimasi sebagai persetujuan dari rakyat serta telah mendapat dukungan atau partisipasi dari pihak non-militer dan militer (tentara). Kudeta merupakan sebuah kunci bagi seorang perwira militer untuk dapat mengambil alih kekuasaan negara yang kemudian peristiwa kudeta itu disebut kudeta militer. Hal ini biasanya dilakukan berdasarkan keadaan negara yang situasinya memburuk dari sisi ekonomi dan politik, misalnya korupsi oleh pejabat negara, aktor-aktor separatisme, kenaikan tingkat inflasi, tingkat pengangguran yang naik, dan lainlain. Biasanya, kudeta militer ini digunakan ketika muncul ketidakpercayaan lagi terhadap pemerintah yang sedang berkuasa dan berlaku tidak taat. Militer memiliki peran yang dominan dalam kehidupan politik di sebuah Negara. Posisi militer nasional dalam suatu negara mempunyai peran yang sangat penting sebagai pelindung negara dari berbagai macam ancaman, terutama ancaman militer. Militer mempunyai peran sebagai pertahanan suatu negara, dengan kata lain, militer mempunyai tugas di bidang pertahanan. Hubungan militer dengan sipil dapat diasumsikan bahwa militer dibentuk guna untuk membantu serta menopang dalam pemerintahan sipil. Namun, dengan tujuan utamanya yaitu untuk bertempur sebagai alat pertahanan negara. Militer tidak boleh ikut campur dengan hal-hal yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi hingga sosial budaya dan begitu juga dengan pemerintahan sipil (non-militer) tidak boleh ikut campur mengenai urusan militer atau pertahanan. Tetapi dalam negara berkembang pihak militer sebagai fungsinya selalu ikut campur dalam pemerintahan yang sedang berkuasa, oleh karena itu, pemerintahan yang sedang berkuasa pasti menjalin hubungan kerjasama dengan pihak militer guna menjaga kestabilan dan keamanan untuk mencapai tujuan suatu negara dibidang ekonomi dan sosial masyarakat. Maka kegagalan pemerintahan sipil membuat pihak militer selalu merasa penting untuk melakukan campur tangan. Banyak negara diantaranya telah merasakan peristiwa politik tersebut, baik yang berhasil maupun tidak berhasil. Sebuah negara yang mengalami kudeta militer dapat dikatakan telah memiliki hakikat pengalaman serta proses bernegara tersendiri dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa politik lainnya, sehingga tidak mudah bagi suatu negara dalam mencapai posisinya hingga sampai saat ini. Kudeta merupakan salah satu bentuk dari intervensi militer dalam masalah politik. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan demokrasi, kudeta merupakan menjadi bukti kemunduran bagi perkembangan demokrasi di suatu Negara. Yang menjadi fokus perhatian dalam masalah ini adalah proses demokrasi di Myanmar yang terhambat karena adanya campur tangan militer serta hubungan sipil dan militer. Begitu juga dengan Myanmar, proses bernegara yang dialami oleh Myanmar tentu mengalami pasang surut dalam terjadinya perubahan dan perkembangan di dalam negaranya. Selain adanya perkembangan dan perubahan demi perubahan, juga ditandai dengan gejolak, baik dari segi ekonomi, masyarakat, sosial budaya dan khususnya dalam proses politik. Myanmar, paling tidak sering mengalami kudeta sejak negara tersebut.Melihat sejarah dalam beberapa dekade terakhir militer di Myanmar memiliki peran yang dominan dalam kehidupan politik. Para pemimpin sejak merdeka tahun 1948 dilatarbelakangi oleh orang dari militer. Militer seringkali merebut kekuasaan dari pemerintah sipil dengan cara kekerasan atau sebagai pretorian maya dengan kekuatan luar biasa untuk memveto atau pemerasan terhadap pemerintah non - militer.
Item Type: | Other |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hubungan Internasional |
Subjects: | International Relations |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Siyasah |
Depositing User: | Rahmi Rahmi |
Date Deposited: | 15 Jul 2022 09:38 |
Last Modified: | 15 Jul 2022 09:38 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/52557 |
Actions (login required)
View Item |