Alamsyah, Budi (2022) Intervensi kemanusiaan dalam Hukum Internasional. -. (Unpublished)
|
Text
UAS LLI BUDI ALAMSYAH 1193030021.pdf Download (165kB) | Preview |
Abstract
Dalam khazanah hukum internasional, doktrin intervensi kemanusiaan (Humanitarian Intervention) telah menimbulkan perdebatan yang hangat. Perdebatan timbul karena doktrin tersebut berhadapan langsung dengan prinsip-prinsip umum dalam hukum international; Prinsip kedaulatan negara dan Prinsip non-intervensi. Piagam PBB telah mengatur prinsip kedaulatan negara dan non-intervensi dalam Pasal 2 (1) yang berbunyi : “The organization is based on the principle of the sovereign equality of all the members.” Pasal 2 (4) : “All members shall refrain in their international relation from the threat or use of force against the teritorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purpose of the United Nations.” Pasal 2 (7) : “Nothing contained in the present charter shall autorize the United Nations to intervene in matters which essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present charter, but the principle shall not prejudice the application of enforcement measures under chapter VII.” Ketentuan piagam tersebut dengan jelas menyatakan bahwa dalam hubungan antarnegara tidak diperbolehkan adanya intervensi. Pengaturan tersebut semakin dikuatkan dengan resolusi majelis umum PBB no 2625 (XXV) yang dikeluarkan tanggal 24 Oktober 1970, yang kemudian diterima sebagai Deklarasi Majelis Umum Tentang Prinsip-Prinsip Hukum International Mengenai Hubungan Persahabatan dan Kerjasama Antarnegara yang Berkaitan dengan Piagam PBB. Namun, dalam praktek negara-negara dewasa ini, prinsip-prinsip tersebut kerap “dilanggar” dengan alasan-alasan kemanusiaan1.Intervensi kemanusiaan di Irak tahun 1991, Somalia tahun 1992 dan Kosovo tahun 1999 dapat dijadikan bukti bahwa doktrin tersebut telah dilakukan oleh negara-negara dalam hubungan internasionalnya.Tindakan negara-negara dalam melakukan intervensi kemanusiaan sering didasaribahwa telah terjadi tragedi kemanusiaan yang luar biasa sehingga dapat mengancam kedamaian dan keamanan internasional yang merupakan tujuan dibentuknya PBB. Atas dasar itulah mengapa beberapa negara mengartikan bahwa intervensi yang mereka lakukan tidak melanggar ketentuan dalam hukum internasional. 1.ija suntana.Krisis Sosial Multidimensi dan Kekerasan Beragama di Asia .jurnal kemanusiaan.(2022-3-01) Perkembangan dalam hukum internasional juga telah mengindikasikan bahwa hak asasimanusia merupakan salah satu isu penting dan universal sehingga perlindungan terhadap hakhak tersebut harus diutamakan dalam hubungan antarnegara. Indikasinya dapat terlihat dengan lahirnya Universal Declaration of Human Rights (1948) sertai international Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Pada awal penerimaan dan pemberlakuan hak asasi manusia, tiap-tiap negara memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan yang cukup besar adalah mengenai universalitas hak asasi manusia itu sendiri. Namun, dalam Deklarasi Wina tahun 1993, tiap-tiap negara telah berkomitmen bahwa setiap hak asasi manusia itu bersifat universal (universal), tidak dapat dipisahkan (indivisible), saling ketergantungan (interdependence), saling terkait (interrelated).
Item Type: | Other |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Intervensi; kemanusiaan; hukum internasional |
Subjects: | International Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Siyasah |
Depositing User: | Budi alamsyah |
Date Deposited: | 07 Jul 2022 04:12 |
Last Modified: | 07 Jul 2022 04:12 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/52648 |
Actions (login required)
View Item |