Fitriyani, Della (2022) Perkawinan berwalikan Hakim tanpa penetapan wali adhal dari Pengadilan Agama dalam tinjauan hukum perkawinan di Indonesia. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (97kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (184kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (86kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (424kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (619kB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (568kB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (135kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (200kB) | Request a copy |
Abstract
Penelitian ini membahas tentang perkawinan yang berwalikan hakim akibat dari ayah kandungnya yang enggan untuk menikahkan namun tidak melalui penetapan wali adhal di Pengadilan Agama. Wali nikahnya dilakukan oleh kepala Kantor Urusan Agama yang tertulis dalam buku nikahnya sebagai wali hakim, akan tetapi penetapan wali adhal terhadap wali nasabnya tidak ada sehingga pengangkatannya secara hukum tidak pernah terjadi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sebab-sebab apa saja yang menjadikan wali adhal menurut hukum perkawinan di Indonesia, untuk mengetahui faktor-faktor penyebab berpindahnya perwalian dari wali nasab kepada wali hakim dan untuk mengetahui bagaimana konsekuensi hukum terhadap perkawinan yang berwalikan hakim tanpa penetapan dari Pengadilan Agama. Dengan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian dilaksanakan dengan menghimpun sumber-sumber baik yang primer maupun sekunder, dengan pendekatan yuridis empiris yang bersifat case approach atau pendekatan kasus. Kaidah fiqhiyyah menyebutkan bahwa menolak madhorot harus lebih didahulukan dari mengambil mashlahat. Kemudian kaidah lain menyebutkan bahwa tashorruful imam ‘ala ro’iyyah manuthun bil mashlahat, yang artinya tindakan pemimpin atas rakyatnya harus dikaitkan dengan kemashlahatan. Hasil dari penelitian ini adalah perkawinan yang dilakukan dengan berwalikan hakim tanpa penetapan wali adhal dalam hukum perkawinan di Indonesia dinilai sah, asalkan sudah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Statusnya sah karena belum ada aturan yang menjelaskan tentang konsekuensi hukum apabila melanggar ketentuan mengenai hal ini. Adapun tujuan dari Pasal 23 ayat (2) KHI jo. Pasal 2 ayat (2) PERMA Nomor 30 Tahun 2005 yang mengharuskan untuk menyatakan adhalnya wali ditetapkan dengan putusan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita tentang wali tersebut merupakan langkah preventif agar jika di kemudian hari wali nasabnya mengajukan gugatan terhadap pernikahannya maka perempuan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum terkait adhalnya wali nasab dan telah diberi hak untuk menikah dengan berwalikan hakim. Adapun pada perkara ini, akan lebih baik jika perempuan tersebut mengajukan itsbat nikah kepada Pengadilan Agama dengan berlandaskan pada Pasal 7 ayat (3) huruf c Kompilasi Hukum Islam, yang bunyinya ialah: (3) “Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;”.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Wali Nikah; Wali Adhal; Wali Hakim |
Subjects: | Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > Hukum Keluarga dan Hukum Perkawinan, Pernikahan menurut Islam Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam > Rukun Nikah, Akad Nikah Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah |
Depositing User: | Euisy Dwi Nur Fadhilah |
Date Deposited: | 26 Sep 2022 08:54 |
Last Modified: | 26 Sep 2022 08:54 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/58128 |
Actions (login required)
View Item |