Kedudukan dan hak keperdataan anak hasil zina menurut putusan MK RI No 46/PUU-VIII/2010 dan Fatwa MUI No 11 tahun 2012

Nur aisyah, Salwa (2023) Kedudukan dan hak keperdataan anak hasil zina menurut putusan MK RI No 46/PUU-VIII/2010 dan Fatwa MUI No 11 tahun 2012. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Preview	Text (COVER) 1_cover.pdf Download (101kB) | Preview
Preview	Text (ABSTRAK) 2_abstrak.pdf Download (188kB) | Preview
Preview	Text (DAFTAR ISI) 3_daftarisi.pdf Download (81kB) | Preview
Preview	Text (BAB I) 4_bab1.pdf Download (327kB) | Preview
	Text (BAB II) 5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (317kB) | Request a copy
	Text (BAB III) 6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (89kB) | Request a copy
	Text (BAB IV) 7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (392kB) | Request a copy
	Text (BAB V) 8_bab5.pdf Restricted to Registered users only Download (80kB) | Request a copy
	Text (DAFTAR PUSTAKA) 9_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (221kB) | Request a copy

Abstract

Putusan MK RI No 46/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa pasal 43 ayat 1 tentang UU Perkawinan yang berbunyi anak yang tidak sah (anak luar kawin dan/anak zina) hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, dan ayah biologisnya selagi bisa dibuktikan oleh teknologi/ ilmu pengetahuan menimbulkan adanya hubungan nasab, yang bertentangan dengan konsep agama yang ditegaskan oleh Fatwa MUI bahwa anak hasil zina (anak tidak sah) tidak bisa dinasabkan atau memiliki hubungan perdata dengan ayahnya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui (1) Kedudukan anak hasil zina setelah putusan MK RI NO 46/PUU-VIII/2010, (2) Hak keperdataan anak hasil zina menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 11 Tahum 2012, dan (3) Bentuk pertimbangan hukum dan hak keperdataan anak hasil zina menurut putusan MK RI NO 46/PUU-VIII/2010 dan Fatwa MUI NO 11 Tahun 2012. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemikiran mengenai kedudukan dan hak anak yang telahir dari hasil perzinaan setelah adanya putusan MK bahwa anak yang terlahir di luar perkawinan atau anak hasil zina memiliki kedudukan yang sama dengan anak sah, sedangkan apabila berdasarkan hukum islam dan hukum yang berlaku di Indonesia anak zina tidak bisa disamakan dengan anak sah, yang kemudian menjadi pertimbangan dan bahasan kalangan masyarakat tentang kedudukan anak luar kawin atau anak hasil zina itu sendiri. Untuk menjawab persoalan tersebut, penulis menggunakan studi kepustakaan (Library Research) dan dilakukan menggunakan metode deskriptif-analisis. Penelitian ini dilandaskan pada sumber data primer, sekunder dan tersier yang berasal dari buku, jurnal dan sumber lain, serta dengan pendekatan kulitatif. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa (1) Kedudukan anak hasil zina menurut putusan MK RI NO 46/PUU-VIII/2010, bahwa anak hasil zina atau luar kawin memiliki kedudukan yang sama dengan anak yang terlahir dari perkawinan yang sah. (2) Menurut fatwa MUI hak atas keperdataan anak hasil zina tersebut tetap dinasabkan kepada ibu dan keluarga ibunya saja, dan laki-laki yang terbukti secara biologis menyebabkan kelahiran anak tersebut maka ia dijatuhi hukuman ta’zir, serta berkewajiban memberikan hak berupa harta dan wasiat wajibah kepada anak tersebut. (3) Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum, putusan MK hak keperdataan anak hasil zina atau anak luar kawin ialah memiliki kedudukan yang sama dengan anak sah, menasabkan nya kepada laki-laki tersebut hal ini berdasarkan juga fatwa MUI yang menyatakan bahwa anak zina atau luar kawin tidak mendapatkan nasab dari laki-laki yang menyebabkan kelahiran anak tersebut tapi ia tetap memiliki kewajiban menjamin keberlangsungan hidupnya.

Actions (login required)

View Item