Cintrawati, Tita (2009) Studi perbandingan tentang keputusan Dewan Hisbah Persis dengan Komisi Fatwa MUI dalam menetapkan Hukum Urine Manusioa yang dijadikan Obat. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (215kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (587kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (474kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (4MB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (4MB) |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (6MB) |
||
Text (BAB V)
8_bab5.pdf Restricted to Registered users only Download (449kB) |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
9_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (574kB) |
Abstract
Kemajuan dalam bidang teknologi telah merambah seluruh aspek kehidupan yang membawa berbagai kemudahan tetapi juga menimbulkan sejumlah persoalan baru. Salah satunya permasalahan tentang urine manusia yang dijadikan sebagai obat. Timbul pertanyaan, bagaimana hukum menggunakan urine manusia yang dijadikan sebagai obat?. Dalam hal ini Dewan Hisbah Persis dan Komisi Fatwa MUI memberikan keputusan hukum bagi permasalahan yang berkembang di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum urine sebagai obat menurut Dewan Hisbah Persis dan Komisi Fatwa MUI dan untuk mengetahui landasan hukum serta metode Istinbath al-Ahkam yang digunakan oleh Dewan Hisbah Persis dan Komisi Fatwa MUI dalam menetapkan hukum urine manusia yang dijadikan obat.Penelitian ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa Allah SWT. yang menurunkan penyakit dan obatnya, maka kita diperintah untuk berobat tetapi dilarang berobat dengan sesuatu yang haram. Islam menerangkan dan ulama pun menyepakati bahwa urine manusia itu adalah najis.Kaidah fiqih menegaskan bahwa setiap yang najis adalah haram tetapi tidak setiap yang haram itu adalah najis, dengan kaidah ini dapat disimpulkan bahwa berobat dengan urine adalah haram. Namun, pemahaman yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa urine bisa dijadikan obat. Maka untuk mengetahui ketegasan hukumnya dikembalikan kepada al-Qur’an dan al-Hadits dengan cara berijtihad.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Content Analysis yakni dengan menganalisis keputusan hukum yang dikeluarkan oleh Dewan Hisbah Persis pada sidangnya tanggal 26 Muharram 1416 H bertepatan dengan 25 Juni 1995 M di Bandung tentang Urine yang dijadikan Obat, dan keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor: 2/MUNAS VI/MUI/2000 tentang penggunaan organ tubuh, ari-ari, air seni manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika. Serta dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesimpulan hukum mengenai urine manusia yang dijadikan obat antara Dewan Hisbah Persis dan Komisi Fatwa MUI adalah haram, akan tetapi dengan landasan hukum yang berbeda. Metode istinbath al-ahkam antara Dewan Hisbah Persis dan Komisi Fatwa MUI pun terdapat perbedaan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terdapat ketegasan hukumnya di dalam nash yaitu dalam masalah ijtihadnya.Perbedaan dalam penggunaan kaidah fiqih dan metode istinbath al-ahkam dalam menetapkan suatu hukum merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil keputusan hukum yang dikeluarkan oleh keduanya, yaitu tentang haram atau tidaknya menggunakan urine manusia sebagai obat.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | penetapan;hisbah;hukum urine |
Subjects: | Fikih (Fiqih, Fiqh), Hukum Islam |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum |
Depositing User: | ADMIN PKL |
Date Deposited: | 20 Oct 2023 06:09 |
Last Modified: | 20 Oct 2023 06:09 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/80466 |
Actions (login required)
View Item |