Konsep Ta`zir menurut Ibn Taimiyyah

Nurhayati, Icah (2006) Konsep Ta`zir menurut Ibn Taimiyyah. Sarjana thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

[img]
Preview
Text
1_cover.pdf

Download (225kB) | Preview
[img]
Preview
Text
2_abstrak.pdf

Download (664kB) | Preview
[img]
Preview
Text
3_daftarisi.pdf

Download (275kB) | Preview
[img]
Preview
Text
4_bab1.pdf

Download (3MB) | Preview
[img] Text
5_bab2.pdf
Restricted to Registered users only

Download (6MB)
[img] Text
6_bab3.pdf
Restricted to Registered users only

Download (8MB)
[img] Text
7_bab4.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)
[img] Text
8_daftarpustaka.pdf
Restricted to Registered users only

Download (929kB)

Abstract

Pemikiran tentang ta’zir mulai muncul pada masa klasik (sampai 1250 M), melibatkan para fuqaha imam madzhab dan setelahnya seperti Al-Mawardi, Al-Ghazali dan lain-lain. Tema-tema yang diangkat meliputi makna ta’zir, macam macamjarimah ta’fr, jenis-jenis hukuman ta’zir, kedar hukuman ta’zir, dan pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi (uqubai) ta’zir. Semua fuqaha memiliki pandangan yang relatifsama tentang ta’zir, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilaran goleh Syara’ tetapi tidak disertai sanksinya dalam nas.. Namun demikian, diantara fuqaha terdapat perbedaan dalam hal keluasan pembahasannya dan dalam menentukan kriteria dalam penentuan jenis dan kadar ta’zir. Ibnu Taimiyah merupakan salah satu fuqaha yang mewakili awal masa pertengahan (mulai 1250 M) yang memperlihatkan perhatianya dalam masalah ta’zir, khususnya dalam kaitan dengan tugas amar ma’ruf nahyi munkar bagi pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemikiran Ibnu Taimiyah mengenai ta’zir, dengan mengungkap jenis-jenis jarimah ta’zir, prinsip dan kriteria penentuan hukuman ta’zir, dan penerapan ta’zir oleh pemerintah. Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa sumber hukum Islam itu adalah Al-Qur’an dan al-Hadits yang memuat aturan kehidupan secara global. Agar bisa menjangkau pengaturan kehidupan yang lebih terinci dan terns berkembang, dilakukan ijtihad oleh ahli-ahli hukum (fuqaha). Hasil ijtihad sendiri bisa sama atau berbeda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain dalil yang digunakan, metode istinbatnya, situasi dan kondisi yang dihadapi serta minat dan kcccnderungan mujtahid. Namun demikian, semua pemikiran yang dihasilkan oleh mujtahid dalam kerangka hukum Islam bertujuan mewujudkan kemaslahatan (al-maslahah) dan mengacu pada prinsip keadilan, termasuk dalam penentuan ta’zir. Dalam hukum Islam, tentang ta’zir ini dipegang kaidah: Sanksi ta’zir (berat ringannya) bergantung kepada kemaslahatan (al-ta’fryaduru ma'a al mashlahah). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yang merujuk pada karya-karya ibnu Taimiyah, antara lain AlHisbahft al-islam, dan Al siyasah as syar'iyahJi islah al-ra’iy wa al- ra’iyyah dan Majmu’ Vatawa. Jenis data yang dikumpulkan meliputi jenis jenis jarimah ta’zir, prinsip dan kriteria penentuan hukuman ta’zir, dan penerapan ta’zir oleh pemerintah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara survey buku (book survey), baik primer maupun sekunder, lalu dikelompokkan sesuai jenis data, kemudian dianalisis dengan cara menghubungkan antar-data untuk mendapatkan kesimpulan. Data yang ditemukan menunjukkan bahwa jenis-jenis jarimah ta’zir terdiri dari: (1) jarimah hudud atau qishah/diyat yang disertai syubhat atau tidak memenuhi syarat had, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab; (2) jarimah yang ditentukan dalam al-Qur’an an hadits tetapi tidak disertai kejelasan sanksinya, seperti menipu, mengurangi takaran dan timbangan, suap menyuap dan berkhianat terhadap amanat; dan (3) jarimah yang ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan kemaslahatan umum, seperti aturan disiplin bagi pejabat dan tentara, yang bila melanggamya dapat diberi sanksi pemecatan. Ketentuan ta’zir mengacu pada prinsip keadilan dan kemaslahatan. Prinsip keadilan berarti bertindak proporsional, seperti zina karena kekeliruan tidak dihukum rajam, tetapi karena masih termasuk kemaksiatan maka hams tetap dihukum dengan ta’zir. Makna adil seperti ini konsisten dengan pandangan Ibnu taimiyah bahwa tidak ada pertentangan antara nas yang sahib dengan akal yang sharih. Demikian pula, prinsip maslahah hams dijadikan pedoman dalam penentuan ta’zir. Sungguh pun penentuan ta’zir dilakukan melalui ijtihad, tetapi hams sejalan dengan kemaslahatan yang dikandung dalam al-Qur’an dan Hadits. Hal itu karena aturan Syara’ atau al-fithrah al-munasyalah pasti sejalan dengan kodrat dan kebutuhan manusia atau al-fithrah al ghari^ah. Adapun ketentuan jenis dan kadar hukuman ta’zir hams mempertimbangkan tiga kriteria umum, yaitu besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan, kondisi pelaku, dan cara pelaku melakukan pelanggaran. Karena itu, jenis hukumannya dapat bempa dicela, didera, diasingkan, dipenjara, dilakukan pemecatan, bahkan dihukum mati. Ta’zir hanya bisa diterapkan oleh pemerintah dengan sarana dan petugas dari pemerintahan. Kekuasaan kehakiman (mlayah al hukm) dan kekuasaan liisbah (wilayah al-hisbah) mempakan dua institusi yang berwenang dalam hal ini. Selain sarana kekuasaan tersebut, penerapan ta’zir oleh pemerintah juga memerlukan persyaratan tertenm bagi petugas pclaksananya. Ia hams memiliki otoritas (al-quwwah) dan dapat dipercaya (,al amanab), agar penentuan ta’zir terhindar dari suap menyuap dan rekomendasi yang membahayakan kepastian hukum.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Subjects: Constitutional and Administrative Law
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Siyasah
Depositing User: PKL7 SMKN 8 GARUT
Date Deposited: 07 Dec 2023 08:59
Last Modified: 07 Dec 2023 08:59
URI: https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/82536

Actions (login required)

View Item View Item