Doktrin Mistisisme Filsofosi Ibn Sina

Furqon, Syihabul (2024) Doktrin Mistisisme Filsofosi Ibn Sina. Doktoral thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

[img]
Preview
Text
SAMPUL.pdf

Download (357kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Abstrak.pdf

Download (835kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Daftar Isi.pdf

Download (293kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB I.pdf

Download (564kB) | Preview
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (754kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (754kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (367kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (426kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf
Restricted to Registered users only

Download (466kB)

Abstract

Ibn Sina dikenal di barat sebagai Avicenna adalah seorang polimatik yang memajukan filsafat di dunia Islam. Selama ini gagasannya dianggap menyimpang dan tidak selaras dengan doktrin Islam. Terutama setelah serangan al-Ghazali, pemikiran Ibn Sina dalam bidang filsafat di dunia Islam diasingkan. Alih-alih kering dan tidak selaras dengan doktrin Islam, dalam penelitian ini melalui telaah teks (analisis isi) serta pendekatan deskriprif-holistika, ditemukan secara tegas doktrin mistisisme filosofis Ibn Sina. Suatu pemikiran yang jauh dari kata kering dan bercorak Aristotelian (peripatetik), melainkan sarat dengan gagasan-gagasan mistisisme Islam (tasawuf). Dari hasil rumusan dan pertanyaan penelitian ditemukan tiga aspek besar pemikiran Ibn Sina dalam bidang mistisisme filosofisnya. Pertama, dasar metafisika Ibn Sina tentang mistisisme mengindikasikan adanya keterpautan antara metafisika (Ilahiah) dalam pengertian filosofis dengan metafisika (Ilahiah) dalam kedudukannya sebagai ilmu mengenai Allah (al-Haqq) di dalam Islam. Akibatnya klasifikasi wujud yang diformulasikannya bersifat integral. Adanya kesinambungan antara Wujud Wajib (Wajib al-Wujud), Wujud Mungkin (Mumkin al-Wujud), mustahil wujud (Mumtani’ al-Wujud)—mode penurunan bertahap dalam kategori Akal/Intelek juga dimulai di sini. Berpuncak pada kemampuan manusia untuk kembali pada asal-usul dalam drama kenaikan bertahap. Kedua, dasar epistemologi mistik Ibn Sina terletak pada fakultas intelek/jiwa manusia yang mampu bergerak ke arah Intelek Aktif dan ke bawah ke ranah dunia eksternal. Kemampuan ini pula yang dapat memberikan keterangan bahwa terdapat kekurangan di dalam logika peripatetik dan disempurnakan Ibn Sina dengan penegasan burhan siddiqiin (burhan berdasarkan orang yang benar) yang mendorong seseorang untuk ‘mengalami’ dan tidak hanya ‘memikirkan’ Wujud Wajib/Allah. Di sini pulalah Ibn Sina berselaras sejak semula dengan ajaran Islam. Formula burhan siddiqiin menegaskan signifikansi Nabi dan nubuat (doktrin Islam mengenai Allah). Untuk sampai pada kebenaran sejati (al-Haqq) dalam Islam, Ibn Sina menitikberatkan pada kemampuan manusia yang memiliki fakultas ganda: intelek/akal dan jiwa/nafs. Fakultas ini pulalah yang menjadi alat pemeroleh kebenaran dalam derajat tertinggi melalui tempaan riadah/latihan spiritual/intelektual. Ketiga, tidak seperti tasawuf doktrinal (tasawuf falsafi)-nya Ibn ‘Arabi, tasawuf Ibn Sina masih memiliki corak peripatetik yang kuat. Namun dibandingkan dengan peripatetismenya, mistisisme Ibn Sina jauh lebih bernuansa dan memberikan pengaruh kuat dalam alur filsafat dan misistisisme dalam Islam. Karena itu jika hikmah muta’aliyyah Mulla Shadra, hikmah isyraqiyyah (Suhrawardi al-Maqtul) diterima luas sebagai sistem filsafat qua mistisisme, maka demikian pula perlu diterima doktrin Ibn Sina yang bernama hikmah masyriqiyyah sebagai doktrin mistik yang bukan saja mandiri melainkan jauh lebih awal dari jenis elaborasi filsafat-mistisisme dalam Islam. Ibn Sina juga menggunakan term musytarak (homonim), yang, dalam klasifikasi karya Hikmah Masyriqiyyah Ibn Sina telah sepenuhnya bekerja pada batas-batas sufisme seperti: al-Haqq (Yang Riil/Allah), Isyq (Cinta), Bahjah (Kesenangan), Sa’adah (Kebahagiaan), Nafs (Jiwa/Intelek) Maqamat (Makam-makam), ‘Irfan (Kearifan), Ittishal (Keterjalinan/Persinggungan), Wushul (Ketibaan), Isti’dad (Persiapan ruhani), Riadlah (Latihan Spiritual/Intelektual). Terutama term al-Haqq yang sedemikian rupa tidak hanya menjadi gambaran bagaimana sistem mistisisme filosofisnya menuju ke sana, melainkan term itu juga menjadi penghubung antara kebenaran di tingkat filosofis dan pengalaman dan pengejawantahan metafisis. Konsep penting lainnya adalah maqamat (makam-makam) spiritual yang terdapat sembilan tingkatan di mana tingkat kesembilan adalah tingkatan wushul sejati pada al-Haqq.[]

Item Type: Thesis (Doktoral)
Uncontrolled Keywords: Metaphysics; Islamic Philosophy; Sufism
Subjects: Metaphysics
Islam > Islam and Philosophy
Islam > Sufism
Divisions: Pascasarjana Program Doktor > Program Studi, Studi Agama Agama > Konsentrasi Filsafat Agama
Depositing User: Syihabul Furqon
Date Deposited: 07 Sep 2024 15:56
Last Modified: 07 Sep 2024 15:56
URI: https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/96884

Actions (login required)

View Item View Item