Nazar, Fadli Islami (2017) Konstitusionalisme dalam pandangan Abdullah Ahmad Al-Na’im: Strategi mendamaikan polemik hubungan Islam dan Negara. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_COVER.pdf Download (390kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_ABSTRAK fadli.pdf Download (298kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_DAFTAR ISI fadli.pdf Download (127kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_BAB I.pdf Download (531kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (428kB) |
||
Text (BAB III)
6_BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (769kB) |
||
Text (BAB IV)
7_BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (304kB) |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_DAFTAR PUSTAKA fadli.pdf Restricted to Registered users only Download (412kB) |
Abstract
Wacana mengenai hubungan agama dan negara selalu menjadi kajian menarik bagi para pegiat ketatanegaraan dan politik. Pergulatan tentang hubungan agama dan negara sudah terjadi sejak lama sehingga melahirkan tokoh-tokoh di setiap zaman. Relasi agama dan negara telah mengalami pasang surut. Suatu ketika hubungan diantara keduanya berlangsung harmonis, namun disaat yang lain mengalami ketegangan. Secara umum, keterkaitan antara Islam dan negara, di masa lalu dan pada zaman sekarang, bukanlah hal yang baru, apalagi hanya khas Islam. Pembicaraan hubungan agama dan negara dalam islam selalu terjadi dalam suasana yang stigmatis. Tujuan penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan pandangan Abdullah Ahmad Al-Na’im tentang agama, mendeskripsikan pandangan Abdullah Ahmad Al-Na’im tentang negara, pandangan Abdullah Ahmad Al-Na’im tentang konstitusi dan mendeskripsikan strategi Abdullah Ahmad Al-Na’im dalam upaya mengintegrasikan Islam dan negara. Secara umum terdapat dua pola yang biasa digunakan sebagai cara pandang keagamaan dalam menerapkan syari’at Islam, yaitu pola eksklusif dan pola inklusif. Pola eksklusif menganggap religiousitas syari’at Islam bersumber dari Tuhan, bersifat sakral, abadi, dan dapat digunakan kapan pun dan dimana pun. Sedangkan dalam pandangan inklusif syari’at Islam tidak lebih dari sekedar aturan yang digunakan untuk menjabarkan prinsip-prinsip fundamental ajaran Islam yang dapat disesuaikan dalam konteks ruang dan waktu. Prinsip dasar pandangan inklusif adalah selagi prinsip fundamental ajaran Islam dapat diakomodasi, maka aturan publik yang sekunder pada dasarnya bisa dirumuskan bersama oleh manusia dengan tetap mempertimbangkan kemaslahatan manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini adalah studi pustaka. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan menghimpun, menganalisis dan menemukan data yang penting. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Pandangan An-Na’im tentang Islam adalah menolak adanya pandangan yang menyamakan syari’at Islam dengan Islam itu sendiri. Menurutnya, Islam tidak hanya syari’ah. syari’at hanyalah pintu dan koridor untuk menjadi seorang muslim. Maka dari itu, prinsip-prinsip syari’ah merupakan sesatu yang dapat dipahami dan coba diamalkan oleh umat manusia dalam konteks sejarah tertentu. Selanjutnya, Terminologi yang digunakan An-Na’im adalah “negara territorial”, bukan “negara bangsa”. Karena menurutnya, ciri-ciri penting model Eropa yang sekarang diimplementasikan oleh semua masyarakat Islam adalah eksklusif negara atas sebuah wilayah khusus dan penduduk yang tinggal didalamnya, tanpa menghiraukan apakah mereka merupakan sebuah bangsa atau bukan dalam arti yang sepenuhnya. An-Na’im menolak tegas adanya negara Islam. Para pendukung apa yang disebut negara Islam berusaha menggunakan kekuasaan dan institusi negara, seperti yang dibentuk oleh kolonialisme Eropa, dan kemudian berlanjut setelah kemerdekaan, guna mengatur secara paksa perilaku individu dan hubungan-hubungan sosial dengan cara-cara khusus yang dipilih oleh elit penguasa. An-Na’im memandang bahwa seluruh umat manusia memerlukan bentuk-betuk otoritas/pemerintahan yang memiliki kekuasaan untuk memelihara hukum dan ketertiban serta mengatur aktivitas politik, ekonomi, dan sosial, maka struktur dan fungsi pemerintahan harus diatur dengan aturan-aturan yang terdefinisikan dengan jelas dan diterapkan dengan tegas. Kumpulan aturan-aturan ini sebagaimana digunakan dan diterapkan dalam konteks negara yang ada, disebut konstitusi negara. Strategi yang rumuskan An-Na’im dalam upaya pengintegrasian Islam dan negara adalah dengan menegosiasikan syariah dalam praktiknya. Menurutnya, paradoks pemisahan (netralitas agama) dan keterhubungannya ini hanya bisa ditengahi melalui praktik yang ajek, bukan melalui analisis atau ketentuan teoretis. Bentuk negosiasi Syari’ah yang dirumuskan oleh An-Na’im adalah dengan memperjuangkan hak-hak masyarakat (umat Islam) melalui konstitusi negara atau yang dikenal dengan istilah konstitusionalisme.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Islam; Negara; Konstitusi; Konstitusionalisme; |
Subjects: | Constitutional and Administrative Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Hukum Ketatanegaraan dan Politik Islam (Siyasah) |
Depositing User: | rofita fita robi'in |
Date Deposited: | 15 Jul 2019 04:28 |
Last Modified: | 15 Jul 2019 04:28 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/21796 |
Actions (login required)
View Item |