Ratih, Ratih (2019) Syarat kesaksian dalam perkara Zina antara laki-laki dan perempuan menurut Imam Syafi'i dan Ibnu Hazm dilihat dari keadilan gender. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (313kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (347kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (362kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (917kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (443kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (455kB) | Request a copy |
Abstract
Kesaksian perempuan sering menjadi topik pembicaraan saat ini. Pembicaraan ini lahir dari perbedaan pendapat para mufasir dan fuqaha klasik maupun kontemporer dalam memahami dalil-dalil nash yang berkaitan dengan kesaksian perempuan. kesaksian perempuan dalam perkara zina menjadi topik perbedaan pemahaman antara Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm, yakni Imam Syafi’i berpendapat tidak membolehkan, sedangkan Ibnu Hazm membolehkannya. Kesaksian perempuan dalam perkara zina tidak diatur dalam hukum Islam, yang ada adalah kesaksian perempuan dalam perkara utang piutang. Sedangkan dalam hukum negara perempuan memiliki nilai dan hak yang setara dengan laki-laki sebagai warga negara. Penelitian ini bertujuan untuk : 1). Memahami metode istinbath al-Ahkam Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm. 2). Pendapat Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm tentang kesaksian perempuan relevansinya dengan keadilan gender. 3). Persamaan dan perbedaan pendapat Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm dalam menetapkan kesaksian perempuan tentang perkara zina. Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa setiap hukum yang di syariatkan itu bertujuan kepada kemaslahatan. Penulis mengasumsikan bahwa Syarat Kesaksian dalam Perkara Zina antara Laki-laki dan Perempuan menurut Imam Syafi’i dan Ibnu Hazm dilihat dari keadilan Gender termasuk pada Mashlahah Mursalah dalam pandangan Asy-Syathibi dan relevansi teori Feminisme Liberal dalam pandangan John Stuart Mill. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research (kepustakaan), yaitu penelitian yang sumber datanya diperoleh dari pengumpulan data tertulis yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti, kemudian dipelajari dan ditelaah dengan menggunakan teori mashlahah dan teori gender. Hasil dari penelitian ini bahwa: 1). Imam Syafi’i menggunakan metode istinbath al-Ahkam yaitu: berpegang pada Q.S al-Baqarah, 2: 282. Begitupun Ibnu Hazm, namun dengan meng qiyas kan ayat tersebut dengan kesaksian perempuan dalam perkara zina dan berpegang pada istishab. 2). Imam Syafi’i tidak membolehkan perempuan menjadi saksi dalam perkara zina dengan kehati-hatiannya. Sedangkan Ibnu Hazm membolehkan dengan jumlah persaksian lebih banyak, relevansi dengan keadilan gender yang memandang perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang setara. 3). Persamaan dari keduanya berpegang pada ayat al-Qur’an yang sama, sedangkan dari sisi perbedaannya Imam Syafi’i melarang kesaksian perempuan dalam perkara zina. Sedangkan Ibnu Hazm membolehkannya.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kesaksian; perkara zina; laki-laki; perempuan; keadilan gender |
Subjects: | Al-Qur'an (Al Qur'an, Alquran, Quran) dan Ilmu yang Berkaitan > Kandungan Al-Qur'an Law Law > Comparative Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum |
Depositing User: | Ratih Ratih |
Date Deposited: | 02 Sep 2019 01:59 |
Last Modified: | 02 Sep 2019 01:59 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/23178 |
Actions (login required)
View Item |