Sunardi, Dian (2020) Pelaksanaan Pasal 157 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang kewenangan mahkamah konstitusi memutus sengketa hasil pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018 dihubungkan dengan Pasal 24C Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diploma thesis, UIN Sunan Gunung DJati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (107kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (48kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (73kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (383kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (336kB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (325kB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (53kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (213kB) | Request a copy |
Abstract
Pada dasarnya Kewenangan MK pada Pasal 24C UUD 1945 hanya menyebutkan penyelesaian sengketa hasil pemilu.tidak memnyebutkan sengketa hasil pilkada, yang memunculkan Putusan MK No 97/PUU-XI/2013 tentang pengujian konstitusionalitas kewenangan MK menangani sengketa pilkada terhadap Pasal 22E dan Pasal 24C UUD, yang menegaskan bahwa MK tidak berwenang menangani sengketa hasil pilkada karena penafsiran majelis menyatakan pilkada bukan perluasan makna pemilu. Putusan tersebut membawa konsekuensi perlu adanya badan peradilan khusus menangani sengketa hasil pilkada. Hingga saat ini keberadaan peradilan khusus masih menjadi sebuah wacana, dan MK masih tetap memiliki kewenangan menangani sengketa hasil pilkada sesuai amanat Pasal 157 ayat (3) UU 10 Tahun 2016. Terbaru pada tahun 2020 MK menetapkan Putusan No 55/PUU-XVII/2019 tentang konstitusionalitas pemilu serentak, poin pentingnya adalah adanya varian pemilu serentak yang memutuskan pilkada termasuk didalamnya, hal ini memunculkan potensi permasalahan mengenai penangaan sengketa hasil pilkada. Tujuan penelitian ini adalah mengathui pelaksanaan Pasal 157 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 tentang kewenangan MK dalam penyelesaian sengketa hasil pilkada dihubungkan dengan Pasal 24C UUD 1945, selain itu untuk mengetahui kedudukan putusan MK terhadap pelaksanaan kewenangan MK memutus sengketa hasil pilkada. Penelitian ini menggunakan teori utama (grand theory), yaitu teori negara hukum. Sebagai turunannya menggunakan teori konstitusi, dan sebagai teori aplikatif menggunakan teori pemilihan dan teori kewenangan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan suatu gejala peristiwa yang sekarang terjadi dan yang akan datang dengan menggunakan yuridis normatif. Dan analisis data menggunakan studi kualitatif terhadap data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan: Kewenangan MK menangani sengketa hasil pilkada sebagai pelaksanaan Pasal 157 ayat (3) merupakan kewenangan yang bersifat sementara artinya merupakan perluasan kewenangan yang dimiliki oleh MK. Selanjutnya kewenangan MK memutus sengketa hasil pilkada akan berjalan sebelum dibentuknya badan peradilan khusus, dan ketika badan peradilan khusus tersbentuk maka MK akan kehilangan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pilkada. Selain itu berkenaan dengan politik hukum yang dibangun melalui varian pelaksanaan pilkada dan pemilu serentak dalam Putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 ditemukan potensi untuk kewenangan penyelsaian sengkta berada di MK karena pilkada dan pemilu diatur dalam satu UU sebagaimana dahulu pernah di berlakukan.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | MK; UUD 1945; Sengketa Pilkada; |
Subjects: | Law Constitutional and Administrative Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Dian Sunardi |
Date Deposited: | 08 Dec 2020 04:35 |
Last Modified: | 08 Dec 2020 04:35 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/35588 |
Actions (login required)
View Item |