Hilwa, Layalul (2020) Kekuatan hukum putusan Mahkamah Konstitusi nomor 76/PUU-XII/2014 dihubungkan dengan pasal 245 undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD (MD3). Diploma thesis, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
|
Text (COVER)
1_cover.pdf Download (331kB) | Preview |
|
|
Text (ABSTRAK)
2_abstrak.pdf Download (162kB) | Preview |
|
|
Text (DAFTAR ISI)
3_daftarisi.pdf Download (178kB) | Preview |
|
|
Text (BAB I)
4_bab1.pdf Download (479kB) | Preview |
|
Text (BAB II)
5_bab2.pdf Restricted to Registered users only Download (548kB) | Request a copy |
||
Text (BAB III)
6_bab3.pdf Restricted to Registered users only Download (351kB) | Request a copy |
||
Text (BAB IV)
7_bab4.pdf Restricted to Registered users only Download (160kB) | Request a copy |
||
Text (DAFTAR PUSTAKA)
8_daftarpustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (293kB) | Request a copy |
Abstract
Pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi polemik dalam sistem ketatanegaraan. Permasalahan yang timbul dikarenakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Pasal 245 telah diuji materilkan di Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya Nomor 76/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 pasal 245 bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangan hukum, hakim menyatakan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan Lembaga Etik yang tidak memiliki hubungan langsung dalam sistem peradilan pidana, apalagi proses pengisian Mahkamah Kehormatan Dewan diisi oleh DPR itu sendiri yang akan menimbulkan konflik kepentingan dan menurut hakim adanya persyaratan dari Mahkamah Kehormatan Dewan dalam hal pemanggilan terhadap anggota DPR bertentangan dengan prinsip persamaan dan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan. Kenyataannya di dalam pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak membuat perubahan yang signifikan. Dengan kata lain, putusan Mahkamah Konstitusi tidak ditindaklanjuti oleh DPR selaku pembuat peraturan perundang-undangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 dan apa implikasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap Pasal 245 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Penelitian ini bersifat studi pustaka dengan metode penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan penelitian cases study. Sumber data penelitian adalah Putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang sebagai bahan hukum primer. Jurnal, KBBI, ensiklopaedi, dan internet serta literatur lain sebagai bahan hukum sekunder dan tersier. Penulis berkesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 harus menjadi pertimbangan dalam pembentukan undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 sebagaimana Pasal 24C yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 terhadap Pasal 245 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 mengakibatkan undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dimana materi muatan ayat dan/atau bagian yang terkandung telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi sebelumnya.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kekuatan hukum mengikat; Putusan Mahkamah Konstitusi; Undang-Undang; Mahkamah Kehormatan Dewan; kekuatan hukum mengikat; Putusan Mahkamah Konstitusi; Undang-Undang; Mahkamah Kehormatan Dewan; |
Subjects: | Constitutional and Administrative Law Constitutional and Administrative Law > Constitutional Law of Indonesia |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Program Studi Ilmu Hukum |
Depositing User: | Layalul Hilwa |
Date Deposited: | 28 Feb 2021 23:23 |
Last Modified: | 28 Feb 2021 23:23 |
URI: | https://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/37342 |
Actions (login required)
View Item |